Oleh Elvira Roza. Penggiat Demokrasi
Sumbarmadani.com– Pemilihan umum (pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pemilu dalam negara demokrasi termasuk Indonesia, merupakan suatu proses yang meletakkan kedaulatan sepenuhnya ditangan rakyat melalui sistem pergantian kekuasaan dengan damai secara berkala sesuai prinsip-prinsip yang telah diatur oleh konstitusi. Negara yang berbentuk republik berarti kekuasaan dikembalikan kepada masyarakat untuk menentukan arah dan substansi pemerintahan yang tidak lepas dari pengawasan rakyat. Bentuk pemerintahan yang terbentuk karena kemauan rakyat dan bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat itu disebut demokrasi.
Demokrasi merupakan sebuah proses, artinya sebuah republik tidak akan berhenti di satu bentuk pemerintahan selama rakyat negara tersebut memiliki kemauan yang terus berubah. Adakalanya rakyat menginginkan pengawasan yang superketat terhadap pemerintah, tetapi ada juga saatnya rakyat bosan dengan para wakilnya yang terus bertingkah karena kekuasaan yang seakan-seakan tak ada batasnya. Hal ini tentu sangat berbeda dengan monarki yang menjadikan garis keturunan sebagai landasan untuk memilih pemimpin. Pada republik demokrasi diterapkan azas kesamaan dan persamaan di mana setiap orang yang memiliki kemampuan untuk memimpin dapat menjadi pemimpin apabila ia disukai oleh sebagian besar rakyat.
Penyelenggara Pemilu Indonesia
Pemilu di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amendemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat dan dari rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rangkaian pemilu. Pilpres ini sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Lalu pada 2007, berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Pada umumnya, istilah “pemilu” lebih sering merujuk kepada pemilihan anggota legislatif dan presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Pemilu harus dilakukan secara berkala, karena memiliki fungsi sebagai sarana pengawasan bagi rakyat terhadap wakilnya.
Pemilu di Indonesia dilaksanakan oleh Lembaga Independen yang diakui oleh Konstitusi, berkedudukan di Ibukota Negara, Ibukota Provinsi, Ibukota Kabupaten/Kota, Ibukota Kecamatan dan bahkan sampai ke tingkat Kelurahan/Desa. Lembaga Penyelenggara ini disebut Komisi Pemilihan Umum (KPU), menggantikan Lembaga Pemilihan Umum yang merupakan proyek pemerintah masa orde baru. Struktur kelembagaan KPU dimulai dari KPU RI di pusat ibu kota sebagai pucuk kepemimpinan, KPU Provinsi di Daerah Tingkat I, KPU Kabupaten/Kota di Daerah Tingkat II. Selanjutnya terdapat Badan Ad-Hoc dibawahnhya yaitu ada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang berkedudukan di Kecamatan, dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang berkedudukan di Kelurahan/Desa dan atau nama lain yang setara. Lalu sebagai ujung tombak dalam penyusunan daftar pemilih untuk pemilu ada Pantarlih (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih) yang bertugas langsung terjun ke masyarakat. Sedangkan Penyelenggara yang akan bertugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) nantinya adalah Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

KPU sebagai penyelenggara pemilu bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bertransformasi sebagai dua lembaga penopang tulang punggung demokrasi rakyat Indonesia. KPU dan Bawaslu ibarat dua sisi koin yang bersebelahan namun saling membutuhkan satu sama lain. Maka demi misi memperhatikan kemajuan demokrasi yang mereka emban, Negara dalam hal ini Mahkamah Konstitusi (MK) membuat segenap aturan yang mengikat tidak hanya bagi pemilih dan peserta tetapi juga bagi penyelenggara dan pengawas untuk dapat dipahami dan diikuti agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan demokrasi.
Dimulai dari undang-undang RI No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, lalu Undang-undang RI No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang mengatur tentang Lembaga Resmi Penyelenggara Pemilu untuk membersihkan tata kelola organisasi dirasa sangat memberikan kontribusi besar bagi penyelenggara Pemilu. Terbaru, untuk menyongsong Pemilu 2024 Pemerintah menerbitkan PERPU No. 1 Tahun 2022 sebagai penyempurna aturan Penyelenggara Umum untuk sementara.
Pemilu di Solok Selatan
Kabupaten Solok Selatan adalah salah satu diantara 19 Kabupaten/Kota yang ada dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Solok Selatan sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Solok yang resmi berdiri pada tanggal 7 Januari 2004. Kabupaten ini lahir dari perjuangan panjang masyarakat Solok Selatan untuk membentuk Kabupaten sendiri. Keinginan masyarakat ini didorong oleh hasrat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih dekat ke pusat pemerintahan. Kabupaten Solok Selatan sebagai Daerah Administratif Tingkat II yang berposisi sebagai Kabupaten memiliki Lembaga Penyelenggaraan Pemilu sendiri yaitu KPU Kabupaten Solok Selatan. Solok Selatan terbagi atas tujuh kecamatan administratif yaitu, Koto Parik Gadang Diateh, Sungai Pagu, Pauh Duo, Sangir, Sangir Jujuan, Sangir Batanghari dan terakhir Sangir Balai Janggo. Sebagai daerah Rantau di Sumatera Barat yang terkenal akan keasrian dan kemajemukan penduduknya, berbagai dinamika sudah penulis rasakan terkait dengan proses penyelenggaran pemilu. Selain memiliki tugas utama sebagai seorang akademisi, penulis sendiri sudah beberapa kali terjun langsung dan terlibat dalam kepemiluan di Solok Selatan. Dimulai dari tahun 2015, penulis sudah banyak sekali menemukan dan melalui hal-hal yang ganjil tentang kemajemukan penduduk di Solok Selatan.
Beberapa problematika yang penulis temui seperti; masih banyak masyarakat yang belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Solok Selatan tetapi sangat ingin sekali memilih di Solok Selatan; lalu ada yang beridentitas ganda, maksudnya ada perbedaan antara data Kartu keluarga (KK) dengan data KTP; termasuk juga status dalam KK, seperti orang yang sudah bercerai namun tidak secara administratif (tidak bercerai di Pengadilan) sehingga salah satu atau kedua pasangan suami-istri yang dalam satu KK tidak diketahui keberadaannya; yang sering terjadi adalah ketika warga masyarakat yang sudah didata oleh Pantarlih dan dapat dibuktikan keberadaannya benar-benar ada di Solok Selatan dan sesuai KTP, namun ketika pemilu berlangsung ia kedapatan sudah pindah dan tidak menjadi warga masyarakat Solok Selatan lagi. Tentu nantinya akan berdampak kepada keberlangsungan Pemilu di 5 Tahun yang akan datang. Inilah sekelumit problematika dalam data pemilih di Solok Selatan.
Untuk hasil pemilu di Solok Selatan sendiri terutama Kecamatan Sangir, Penulis menekankan kepada Penyelenggara Pemilu terutama KPPS yang akan bertugas di TPS, untuk memperbanyak sosialisasi, mendengarkan, memahami dan mempelajari didalam bimbingan teknis dengan seksama cara pengisian data terkait pemilu dan cara menghitung rekapitulasi suara, agar nantinya diharapkan tidak terjadi permasalahan yang sangat fatal hingga menyebabkan Pemungutan Suara Ulang (PSU), sebagaimana yang sudah pernah terjadi. Penulis bertekad untuk berupaya dengan maksimal menyukseskan Pemilu Serentak 2024 pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang, dengan penuh keikhlasan dan kesabaran siap mewujudkan Pemilu yang berintegritas dan bermartabat sehingga berjalannya demokrasi Indonesia sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. (ER)