Sumbarmadani.com- Donald Trump resmi terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat pada Pilpres 2024 setelah berhasil mengamankan ambang batas suara electoral pada Rabu (6/11/2024). Kemenangan ini menjadi sorotan global, termasuk bagi Indonesia yang diperkirakan akan terdampak oleh sejumlah kebijakan potensial Trump, khususnya di bidang perdagangan dan hubungan internasional.
Trump, yang sebelumnya menjabat sebagai Presiden AS dari 2017 hingga 2021, dikenal dengan pendekatan proteksionisme ekonomi yang kerap memicu ketegangan dagang, terutama dengan China. Sejumlah pihak memperkirakan bahwa kebijakan “America First” akan kembali diberlakukan, fokus pada peningkatan kepentingan domestik Amerika dengan menempatkan hambatan pada perdagangan internasional.
Menurut peneliti senior American Enterprise Institute, Zack Cooper, Trump berpotensi menerapkan tarif impor global sebesar 10 persen, yang bisa berdampak buruk bagi negara-negara yang ingin memperdalam hubungan dagang dengan AS, termasuk Indonesia. “Jika Trump menetapkan tarif global 10 persen, hal itu akan mengirim pesan cukup buruk kepada Indonesia tentang kemauan AS untuk memperdalam hubungan perdagangan,” ungkap Cooper.
Pemilu Amerika Serikat yang kerap kompleks menjadi perhatian dunia karena implikasinya yang luas. Proses pemilu di AS menggunakan sistem Electoral College, di mana suara dari tiap negara bagian dialokasikan secara proporsional. Kemenangan Trump kali ini diperoleh melalui perolehan lebih dari 270 suara electoral, meskipun publik Amerika terbelah hampir 50-50 dalam suara populer.
Keterbelahan ini mencerminkan pandangan yang berbeda antara pendukung Trump yang merasa diabaikan oleh pemimpin tradisional dan kubu lain yang mengkhawatirkan dampak kebijakan Trump yang cenderung kontroversial. Hal ini menimbulkan tantangan besar bagi Trump dalam membangun konsensus kebijakan, baik domestik maupun luar negeri.
Di sisi internasional, Trump kemungkinan akan melanjutkan dukungan kuat terhadap Israel, sebuah kebijakan yang menurut Cooper bisa mempersulit hubungan AS dengan negara-negara mayoritas Muslim di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Hubungan AS dan negara-negara tersebut akan sulit terjalin tanpa adanya upaya untuk meredakan ketegangan di Jalur Gaza dan Lebanon.
Kebijakan ekonomi yang keras terhadap China di bawah Trump bisa membuka peluang bagi negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, untuk menarik minat investor yang ingin mengalihkan operasi mereka dari China. Dengan memperkuat infrastruktur dan kebijakan investasi yang mendukung, Indonesia dapat memanfaatkan situasi ini sebagai peluang untuk memperkuat ekonomi domestik.
Dengan kemenangan Trump, dinamika politik dan ekonomi global kemungkinan akan mengalami perubahan signifikan. Indonesia, yang memiliki posisi strategis di Asia Tenggara, diharapkan bisa cerdas menyikapi kebijakan AS dan memanfaatkan peluang investasi yang muncul di tengah persaingan AS-China yang semakin kompleks (*).