Sumbarmadani.com- Wacana penyelenggaraan pemilihan umum serentak pada tahun 2024 tidak berbanding lurus dengan perumusan atapun merevisi aturan yang berkaitan lainnya. Batalnya revisi Undang-Undang No 7 tahun 2017 dan Undang-Undang No 10 tahun 2016 mengakibatkan adanya sekitar 101 Kepala Daerah yang terdiri 7 gubernur, 76 bupati dan 18 wali kota berakhir masa jabatannya pada 2022 dan harus diisi oleh pejabat pengganti. Demikian pula yang berakhir tahun 2023 sebanyak 171 Kepala Daerah yang terdiri dari 17 Gubernur, 115 Bupati dan 39 Wali Kota.
Menurut Politikus Fraksi PKS Mardani Ali Sera yang dilansir dari cuitannya di Twitter @MardaniAliSera Pada pukul 1.20 PM · 10 Mar 2021· “Penyelenggaraan Pemilu secara serentak di Tahun 2024, pemerintah akan merampas hak rakyat. Mengapa? Dari sisi penyelenggaraan, berpotensi tidak demokratis karena adanya 272 Pejabat (PJ) Kepala Daerah akibat tidak ada Pilkada pada tahun 2022 & 2023. Hak rakyat untuk menentukan Kepala Daerahnya pun terampas.”
Lanjut terangnya: “Bagaimana menjamin independensinya dalam “menjaga” Pemilu dan Pilkada serentak 2024? Ini jelas bentuk kezaliman. Belum lagi kita perlu mendengarkan masukan KPU & Bawaslu yang menilai, apabila Pemilu & Pilkada dilakukan serentak di 2024 maka akan sangat berat. Karena secara teknis cukup banyak tahapan yang harus dilalui secara detail, cermat & akuntabel oleh penyelenggara.
Lanjut ketusnya: “Tidak bisa meninggalkan begitu saja pembahasan RUU Pemilu. Begitu banyak yang mesti ditindak lanjuti seperti 6 opsi keserentakan dari MK termasuk payung bagi implementasi IT dalam pemilu kita. Contoh, @FPKSDPRRI yang menyetujui E-Rekap dengan catatan. Hanya untuk menggantikan rekap manual (pengisian 73 lampiran secara manual), tapi C1 Plano tetap sebagai bukti utama sengketa hasil pemilu dan C1 tersebut dipegang semua saksi.
Selanjutnya: “Revisi UU Pemilu mendesak karena sebagai pintu masuk untuk memulai perbaikan sistem politik dan demokrasi di negeri ini. Revisi perlu didasarkan pada kepentingan publik jangka panjang. Hal substansial paling utama. Demokrasi pun akan sehat karena masyarakat menikmati dan tidak terbebani dengan pemilu yang marathon.”
Di akhir cuitannya beliyau menyampaikan: “Efisiensi anggaran yang menjadi salah satu tujuan penyelenggaraan Pemilu Serentak pun tidak tercapai. Sebagai contoh Alokasi APBN untuk Pemilu Serentak 2019 sebesar 25,12 triliun, sedangkan Pemilu 2014 yang belum serentak berbiaya 24,8 triliun.” Sebut Mardani di Tweetnya (AZN).