Sumbarmadani.com-Indonesia sebagai negara yang memiliki keberagaman suku, budaya dan agama (multikulturalisme) menjadikan perbedaan sebagai sebuah keniscayaan. maka dari itu, sikap toleransi antar sesama anak bangsa sangat diperlukan di tengah kemajemukan bangsa ini. Fakta dan realita yang tengah terjadi menjadi bukti bahwa banyak (PR) Pekerjaan Rumah yang mesti diselesaikan bersama.
Agama sebagai keyakinan dan kepercayaan umat beragama, menjadikan itu sebagai sumber tertinggi dalam diri setiap manusia. Sikap kebaikan dan kebijaksanaan akan terpancar pada setiap aktivitas keseharian. Namun di era digitalisasi sekarang ini, nilai-nilai agama sudah memudar dan tidak terpancar dalam setiap interaksi yang berlangsung. Maka dari itu, menjalankan esensi agama sesuai dengan mestinya, perlu diperbaharui kembali.
Di tengah banyaknya pelbagai macam aliran-aliran keras, radikal, yang tidak mengutamakan persatuan, maka moderasi beragama merupakan jawaban dari itu semua. “Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan bernegara,” jelas Prof. Dr. Ali Ramdhani.
Tidak hanya paham radikal yang perlu diantisipasi, sikap tawasuth (berada di posisi tengah) juga mesti perlu muncul dalam diri dan tindakan. Ini bukan satu yang hal yang baru, para guru-guru dan ulama-ulama kita terdahulu sudah mengajarkan hal seperti ini. Makanya pondok-pondok Pesantren yang ada seharusnya sebagai wadah untuk pengkaderan orang-orang yang akan berada di tengah-tengah masyarakat, dan menyebarkan moderasi beragama wabil khusus Islam yang Rahmatan Lil ‘alamin.
Era teknologi informasi yang menghadirkan segala kecepatan banyak sekali bertebaran informasi ditengah-tengah masyarakat, baik itu benar ataupun salah, maka sebagian daripada umat saat ini banyak yang gampang terpancing emosinya, mudah saja teradu domba dengan berita palsu atau bohong (hoaks), sehingga terjadi perpecahan di tengah masyarakat.
Para guru dan ulama-ulama telah mengajarkan dan mengatakan apabila ada suatu fitnah jadilah kamu orang yang berada di tengah, tidak memihak yang di sini dan tidak memihak yang lain, tapi berpihaklah kepada kebenaran yang Hakiki yaitu Al-quran dan As-sunnah. Kalau engkau mengikuti kebenaran kelompok ini ataupun kelompok yang lain, maka berpotensi menjadi perpecahan, maka berpeganglah kepada yang hakiki.
Sebagaimana dikatakan oleh Imam Adz-Dzahabi Rahimahullah “Jika fitnah telah melanda maka berpeganglah pada Sunnah. Dengan sikap diam, tidak membicarakan sesuatu yang bukan urusan kita, jika tidak mampu memberikan suatu solusi, jangan menambah buruk keadaan. Apabila engkau mendapati masalah yang pelik kembalikan kepada Allah dan Rasulnya, seraya mengatakan Wallahualam.
Hal yang perlu kiranya diingat kembali oleh seluruh elemen masyarakat bahwa, dahulu para Wali Songo mengIslamkan masyarakat nusantara khususnya di pulau Jawa dengan cara yang damai. Suksesnya dakwah para wali tersebut mereka datang tidak dengan pedang tapi datang dengan damai dan melestarikan budaya di nusantara.
Maka dari itu, pelbagai persoalan yang tengah terjadi di era digitalisasi terkait banyaknya sumber informasi yang simpang siur di tengah masyarakat. Umat Islam ini lebih cerdas, terbuka, open minded dan berhati-hati menerima informasi, perlu kiranya untuk memilih dan memilah informasi yang diterima/dibaca agar menjadi umat yang tidak gampang terpancing terhadap hal-hal yang tidak penting.
Kita berharap generasi Islam kedepannya menjadi ilmuwan yang fokus dan lokusnya pada persoalan kekinian (Revolusi Industri 4.0, Society 5.0, Metaverse) bukan pada persoalan remeh temeh yang tidak penting, umumnya untuk generasi Indonesia dan khususnya untuk Sumatera Barat. Kita berharap muncul ahli fiqh, ahli ushul, ahli tafsir, serta harapan terbesar lahir kembali Syekh Khatib Al-Minangkabawi, Inyiak Canduang, Inyiak parabek yang baru di tengah-tengah masyarakat minang. Rindu akan tokoh hebat Minangkabau yang cinta kepada ilmu pengetahuan. (*)