Sumbarmadani.com – Muhammadiyah adalah organisasi Islam terkaya di dunia yang dipimpin dan dikelola oleh sosok-sosok yang sedarhana dan bersahaja. Jika ada lembaga yang melakukan riset tentang organisasi Islam terkaya di dunia, sudah tentu Muhammadiyah berada di papan atas organisasi Islam terkaya di dunia. Kekayaan fantastis Muhammadiyah berasal dari iuran anggota, hasil pengelolaan asset dan hak milik, zakat, infaq, waqaf, shodaqoh, berbagai macam jenis amal usaha-usaha perekonomian, dan masih banyak lagi berbagai sumber usaha yang halal lagi baik. Namun kesemuanya itu tidak dimiliki oleh pribadi, melainkan dikembalikan lagi kebermanfaatannya sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat dan bangsa.
Diketahui setidaknya aset tanah yang dimiliki Muhammadiyah sekitar 21 juta meter persegi atau setara dengan luas 10 kali lebih besar dari negara Singapura. Ditanah seluas 21 juta meter persegi berdiri sekurangnya 19.951 sekolah, 13.000 Masjid dan Mushola, 765 Bank perkreditan rakyat syari’ah, 635 panti asuhan, 457 rumah sakit dan klinik, 437 Baitul Mal, 176 Universitas, dan 102 pondok pesantren. Seluruh asset Muhammadiyah adalah atas nama umat. Semua potensi ekonomi yang dimiliki Muhammadiyah sebesar – besarnya dikembalikan untuk kepentingan umat. Tercatat ada lebih dari 25 juta warga Muhammadiyah yang mendapatkan manfaat dari semua amal usaha Muhammadiyah. Bahkan lebih luas lagi persyarikatan ini melayani seluas – luasnya masyarakat Indonesia.
Sama sekali tidak mengherankan jika banyak pakar menyebut bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi Islam modern terbesar di dunia. Managemen organisasi ini dikelola secara rapi dan transparan, serta terdokumentasi dengan baik, dengan visi yang progresif (berkemajuan). Muhammadiyah kerap menerima pujian dan penghargaan dari berbagai institusi terkemuka dunia.
Mentalitas Kaya
Kekayaan Muhammadiyah tidak muncul seketika. Seluruh asset amal usaha dan bakti nyata Muhammadiyah merupakan kerja panjang selama lebih dari seabad. Mentalitas yang dibentuk pada organisasi ini adalah mental “aghniya” (orang kaya), mental memberi spirit Al-Maaun, yang membebaskan sekaligus memberdayakan. Diperkuat oleh doktrin KH. Ahmad Dahlan yang mengatakan “Hidup – hidupilah Muhammadiyah, Jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah”. Pengurus persyarikatan ini didorong untuk menjadi pribadi – pribadi yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Sehingga bisa mengabdikan hidup untuk sebesar – besarnya kepentingan persyarikatan dan umat.
Posisi ini pula yang secara kolektif ingin diperlihatkan Muhammadiyah sebagai organisasi. Muhammadiyah tidak ingin menempatkan tangan dibawah dengan selalu berharap pada program atau bantuan pemerintah. Sebaliknya Muhammadiyah selalu bertanya apa yang bisa diberikan dan dibantu oleh Muhammadiyah untuk pemerintah apalagi masyarakat Indonesia?. Saat pemerintah membuat program BPJS Kesehatan sebagai bentuk jaminan kesehatan bagi masyarakat. Misalnya, Muhammadiyah rela menalangi terlebih dahulu sejumlah pembiayaan untuk dibayar belakangan klaimnya. Saat Pandemi Covid-19 melanda, pemerintah kesulitan melobi rumah sakit untuk penanganan pasien corona, ratusan rumah sakit Muhammadiyah dibuka sebagai tempat isolasi, pengobatan, dan pemulihan. Belum lagi Lazizmu yang mengkonsolidasikan ratusan miliar dana sebagai bentuk jaring pengaman sosial selama pandemi Covid-19.
Lihat juga ratusan ribu lapangan pekerjaan yang dibuka oleh ribuan amal usaha Muhammadiyah, jutaan pelajar dan mahasiswa, serta puluhan juta alumni lulusan sekolah dan perguruan Muhammadiyah yang kini menggerakkan roda – roda pengabdian negeri. Dalam 1 abad lebih kiprahnya, dengan mentalitas “kaya” ini Muhammadiyah terus berusaha memberi yang terbaik untuk negeri. Muhammadiyah serius menjadi pemain utama dalam mewujudkan Indonesia sebagai “Baldatun Thoyibatun wa Robbun Ghofur”.
Panggung Eksistensi
Berangkat dari data dan fakta sebelumnya jelas Muhammadiyah tidak kekurangan “panggung” untuk menunjukkan eksiatensinya. Jauh dibelakang hari Muhammadiyah sudah selesai pada soal besar – besaran jumlah pengikut, adu kuat dan adu keras dalam berteriak, apalagi turun ke jalan – jalan untuk mencari panggung eksistensi. Muhammadiyah tidak membutuhkan jalanan sebagai panggung untuk menunjukkan eksistensi diri. Panggung Muhammadiyah adalah puluhan ribu sekolah disana anak – anak bangsa dididik, dicerdaskan, dan dicerahkan. Ratusan perguruan tinggi disana para akademisi dan intelektual Muhammadiyah merancang peradaban. Lalu puluhan ribu masjid, ratusan rumah sakit dan amal usaha lainnya. Kader – kader Muhammadiyah berkiprah memberi bakti yang terbaik untuk negeri. Itulah cara Muhammadiyah mencintai Indonesia mencerahkan dunia.
Dengan tidak terjun langsung kedalam politik, apakah artinya kiprah Muhammadiyah menjadi “less political”? Tentu tidak, Muhammadiyah memang tidak mengerjakan politik yang bersifat permukaan. Muhammadiyah melakukan kerja politik peradaban. Muhammadiyah tidak menerapkan politik gincu tetapi mengoperasikan politik garam. Sejak sebelum berdirinya Republik Indonesia, Muhammadiyah juga menentukan bulat dan lonjongnya negeri ini. Dengan spirit Islam berkemajuan sebagai pijakannya Islam yang memberikan dampak nyata bagi umat, bangsa, bahkan dunia. Itulah panggung eksistensi Muhammadiyah selama ini. 18 November 1912 KH. Ahmad Dahlan muda mungkin belum tahu bahwa Muhammadiyah yang didirikannya akan sebesar seperti hari ini. Namun karena visi besar yang diturunkannya menjadi kerja-kerja nyata yang luar biasa. Karena doktrin “Hidup – hidupilah Muhammadiyah bukan hanya kata – kata belaka. 112 tahun kemudian Muhammadiyah menjelma menjadi organisasi Islam terkaya di dunia.