Sumbarmadani.com- -Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) menegaskan komitmennya untuk mengikuti keputusan sidang istbat dalam menentukan awal puasa Ramadhan 1446 H/2026. Keputusan ini didasarkan pada prinsip kepatuhan kepada ulil amri dan pentingnya menjaga persatuan umat dalam pelaksanaan ibadah yang bersifat kolektif.
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat PERTI, Prof. Duski Samad, dalam tulisannya menekankan bahwa sikap organisasi ini merupakan bentuk tanggung jawab moral keislaman dan kolektifitas keputusan yang mengacu pada kaidah fikih hukmul hakim ilzam wa yarfa’ul khilaf (keputusan pemerintah mengikat dan mengakhiri perbedaan).
“PERTI sebagai organisasi sosial keislaman yang berpaham ahlussunnah wal jamaah, bermazhab Syafi’i, serta mengedepankan musyawarah, memastikan untuk tunduk dan patuh pada keputusan sidang istbat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI,” tegas Prof. Duski Samad.
Keputusan ini juga telah ditegaskan dalam surat resmi Pimpinan Pusat PERTI Nomor 42/PP-PERTI/II/2025 tertanggal 25 Februari 2025, yang ditujukan kepada seluruh jajaran pimpinan daerah, cabang, serta ormas serumpun. Dalam surat tersebut, PERTI menegaskan bahwa penentuan awal puasa dan Idul Fitri harus mengikuti keputusan pemerintah guna menghindari perpecahan dalam masyarakat.
Pentingnya Sidang Istbat
Sidang istbat merupakan forum musyawarah yang melibatkan berbagai organisasi Islam, ulama, serta pakar astronomi untuk menetapkan awal bulan Hijriah berdasarkan metode hisab dan rukyat. Pendekatan ini diyakini sebagai metode paling komprehensif dalam menentukan awal Ramadhan, yang menggabungkan aspek ilmiah dan syariat.
Di Indonesia, keputusan pemerintah dalam sidang istbat seharusnya bersifat mengikat bagi seluruh umat Islam, sebagaimana yang berlaku di negara-negara lain seperti Arab Saudi, Mesir, Malaysia, Turki, dan Maroko, di mana pemerintah berwenang dalam menetapkan awal bulan Hijriah.
“Kesatuan dalam ibadah lebih utama dibanding perbedaan metode. Jika setiap kelompok menentukan awal puasa sendiri, maka akan terjadi kekacauan dalam kehidupan sosial umat Islam,” tambahnya.
PERTI menegaskan bahwa mengikuti keputusan pemerintah dalam sidang istbat bukan berarti menafikan metode lain, melainkan sebagai upaya untuk menjaga harmoni dan kebersamaan dalam beribadah. Meskipun ada perbedaan dalam penggunaan metode hisab dan rukyat di kalangan ormas Islam, PERTI meyakini bahwa musyawarah yang menghasilkan keputusan bersama merupakan jalan terbaik dalam menyikapi perbedaan.
Sikap ini juga selaras dengan ajaran Islam yang menempatkan pemerintah sebagai pemegang otoritas (ulil amri), sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa: 59, yang menegaskan kewajiban umat Islam untuk menaati Allah, Rasul-Nya, dan pemimpin di antara mereka.
Dengan demikian, PERTI mengajak seluruh jamaahnya untuk mengikuti hasil sidang istbat sebagai bentuk kepatuhan dan persatuan umat Islam di Indonesia. Keputusan ini diharapkan dapat menghindari kebingungan serta memastikan pelaksanaan ibadah yang lebih harmonis di tengah masyarakat. (YF)