Sumbarmadani.com-“Soal pangan adalah soal hidup dan matinya suatu bangsa” (Bung Karno).
Indonesia sebagai negara agraris yang memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang sangat luas dan subur sangat menguntungkan bagi siapapun yang berprofesi sebagai petani. Petani merupakan profesi tua yang mesti dijaga dari kepunahan oleh sebab itu fardhu ain bagi pemerintah untuk hadir dan mendengarkan setiap keluh kesah atas komplikasi persoalan yang dihadapi petani.
Petani merupakan profesi tunggal ketahanan pangan yang mesti digenjot daya produktivitasnya agar negara bisa memastikan pasokan pangan tersedia dalam negeri dan menutup mata atas komoditas luar negeri. Pemerintah harus memberikan perhatian khusus kepada profesi tani agar bisa mandiri di negeri sendiri.
Keberpihakan kebijakan menjadi syarat mutlak untuk melindungi petani dari serakahnya para mafia pupuk bersubsidi, mafia obat-obat dan para tengkulak yang selalu mencari untung sendiri. Negara juga perlu menjaga harga komoditi mulai dari level petani sampai ke level konsumen agar petani bisa meraup laba atas usaha yang diperjuangkan.
Sistem ketahanan petani harus diperkokoh mulai dari tingkat desa sehingga harga yang diperoleh petani tidak jauh berbeda dengan harga pasaran. Kesejahteraan petani harus diperhatikan agar tidak menjadi manusia-manusia miskin di negara sendiri. Negara harus bisa mandiri memberikan makan rakyat sendiri.
Pemerintah daerah harus lebih peka atas amanah undang-undang tentang perlindungan dan pemberdayaan petani. Bentuk kepekaan dan keberpihakan harus mampu merumuskan dan menetapkan Peraturan Daerah (PERDA) tentang perlindungan dan pemberdayaan petani. Ketika pemerintah pusat dan daerah sama-sama memiliki keselarasan untuk melindungi petani maka keberadaan petani jauh lebih eksis dan diuntungkan.
Per hari ini Indonesia lagi krisis regenerasi petani, data Bappenas menunjukan bahwa 2063 kemungkinan tidak ada lagi profesi petani di Indonesia oleh sebab itu, pemerintah pusat dan daerah harus menemukan peta jalan bagi kemajuan dan kemakmuran petani, kesejahteraan petani pasca panen, pemasaran produk yang terjangkau, pengadaan pasar komoditi dan asuransi petani yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), melalui bidang asuransi.
“Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan ku taklukkan dunia”. (Bung Karno)
Begitulah sepenggal kata yang pernah diungkapkan oleh presiden Ir. Soekarno. Kata-kata yang keluar dari bibir seorang proklamator tersebut memang menegaskan anggapan bahwa pemuda dapat dijadikan the power of nation yang akan memajukan bangsa. Inilah salah satu bukti bahwa pemuda sesungguhnya memiliki potensi yang amat besar dalam membangun dan menjaga identitas bangsa dimata dunia.
Tak dapat dipungkiri, derasnya arus globalisasi terus memudarkan keyakinan kita terhadap pemuda sebagai aktor utama dalam memajukan bangsa Indonesia. Pemuda sekarang lebih peduli akan keteraturan modernisasi yang berkembang. Mencoba mengikuti arus dengan “telanjang” dan berdalih mengejar pengakuan akan tingkat intelektual yang sebenarnya memiliki esensi yang samar.
Terpaku akan proklamasi kemerdekaan tahun 1945 lalu dan terbuai akan doktrin bahwa negara ini telah merdeka. Namun pada kenyataannya, negara kita masih belum merdeka. Lebih lucunya lagi, tanpa kita sadari bahwa yang terjadi adalah hampir sebagian besar dari kita adalah sebagai “penjajah”nya. Berapa jumlah pemuda yang mengunjungi cafe atau tempat-tempat hiburan lainnya dan berapa jumlah pemuda yang mengunjungi museum atau tempat-tempat bersejarah lainnya?
Mungkin dari situ kita akan mengetahui seberapa jumlah pemuda yang memang sadar dan peduli dengan kondisi bangsanya sendiri dan berapa jumlah pemuda yang sama sekali tidak mau memikirkan kondisi bangsanya. Petani dianggap bukan profesi yang menjamin finansial di tengah naiknya harga-harga kebutuhan hidup, apalagi untuk investasi masa depan: biaya kuliah, cicilan rumah, pensiun.
Bekerja di industri di pinggiran kota penyangga seperti Bekasi, Tangerang, Cikarang, Karawang atau Depok menjadi pilihan yang lebih menarik. Orang berbondong-bondong meninggalkan ciri agrarisnya sebab (menganggap) tak ada lagi penghidupan layak di dalamnya. Tergeser sektor industri pengolahan dalam rilis pers, Kepala Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dra. Haning Romdiati, M.A menyatakan kondisi minat rendah generasi muda menjalani profesi tani otomatis mengancam kedaulatan produksi pangan Indonesia di masa depan.
Kondisi itu bukan semata karena minimnya transfer keterampilan pertanian dari orang tua atau masyarakat. Tetapi ada perubahan keluarga, sekolah, sawah, aktivitas non-pertanian, yang justru mengasingkan generasi muda dari lingkungan tempat hidupnya. Bersepakat bahwa kunci mengamankan kedaulatan pangan agar mampu mandiri dari impor adalah menjaga eksistensi kaum tani di masa depan. Sayangnya, dalam konteks pembangunan, penurunan jumlah petani kerap dipandang sebagai kemajuan. Semakin sedikit jumlah petani, semakin efisien proses budidayanya.
Menurut analisis KRKP, perspektif pembangunan semacam ini hanya menganggap sektor industri lah yang bisa memajukan suatu bangsa. Persoalannya bukan soal efisiensi dan kemajuan industri belaka. Berkurangnya jumlah petani, dalam analisis KRKP, akan berimplikasi pada menurunnya ketersediaan pangan produk dalam negeri.
Andai semua orang memahami apa yang petani-petani kita rasakan, niscaya selalu ada doa untuk mereka dalam setiap jepretan foto makanan terbaik kita. Mari mendengar dan memahami kesedihan mereka, supaya pahlawan pangan yang mereka sandang bukan jadi slogan penghibur belaka.
Lebih tragisnya lagi hanya dianggap saat pemilu. Setiap pemilu, petani menjadi bahan kampanye paling laris. Semua calon akan mengaku berpihak pada petani, janji-janji manis ditebar, petani diiming-imingi kesejahteraan. Tapi ketika si calon sudah menjabat, petani dilupakan.
Ketika musim pemilu disayang-sayang, ketika sudah menjabat ditendang. Saat harga hasil pertanian naik, pemerintah akan buat operasi pasar untuk menekan harga supaya tidak mahal. “Tapi saat harga pupuk dan obat-obatan tanaman naik, pemerintah tak pernah buat operasi pasar. Semoga bermanfaat. (***)