Sumbarmadani.com – Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh rilisan Kementerian Luar Negeri (Kementerian Luar Negeri) Amerika Serikat tentang aplikasi PeduliLindungi. Melalui laporan yang berjudul “2021 Country Reports on Human Rights Practices,” AS mengkritisi berbagai tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh sejumlah negara, termasuk Indonesia melalui aplikasi PeduliLindungi.
Dari laporan tersebut, dijelaskan bahwa aplikasi PeduliLindungi berisikan informasi-informasi tentang status vaksinasi seorang individu di Indonesia yang membuat para NGO prihatin tentang informasi yang dikumpulkan, disimpan, dan digunakan oleh pemerintah sebagai data.
Lebih lanjut, laporan yang berisikan berbagai praktik HAM selama tahun 2021 tersebut juga menyampaikan bahwa aplikasi PeduliLindungi yang digunakan pemerintah Indonesia untuk melacak status covid-19 dan vaksinasi seseorang berisikan data privasi penduduk, sehingga tergolong kedalam praktik HAM.
Rilisan laporan tersebut langsung ditanggapi oleh berbagai pihak di Indonesia. Berikut respon dari berbagai pihak dan elemen tentang laporan tersebut:
1. KEMENKES RI: “Laporannya Tak Berdasar!”
Melalui Juru Bicaranya, Sita Nadia Tarmizi, Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa tuduhan tersebut sangat tidaklah benar. Nadia menjelaskan kepada media bahwa penggunaan aplikasi PeduliLindungi di Indonesia justru memiliki grafik positif dalam pencegahan dan penanganan Covid-19. Menurutnya, selama 2020-2021, aplikasi ini justru telah mencegah sebanyak 3.733.067 orang yang belum vaksin ataupun sedang dalam status positif covid-19 untuk memasuki ruang publik.
Selain itu, lebih dari lima ratus ribu masyarakat yang dicegah ketika hendak melakukan perjalanan karena masih terinfeksi Covid-19. Dan hal tersebut sangatlah memiliki dampak positif terhadap Indonesia. Menurutnya, aplikasi PeduliLindungi tidak hanya berfungsi sebatas syarat masuk akses publik, melainkan juga ada berbagai fitur seperti lokasi pencarian obat terdekat, pengiriman obat, penerbitan sertifikat, dan dompet digital.
Melalui Nadia, Kemenkes berharap agar masyarakat lebih teliti dalam memahami rilisan laporan ini. Dan juga, Kemenkes sangat berharap supaya setiap pihak tidak memelintir isu-isu miring tentang pelanggaran yang ada dalam implementasi aplikasi ini.
2. MENKOPOLHUKAM RI: “AS Tidak Lebih Baik dari Indonesia!”
Langsung disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Republik Indonesia, Mahfud MD mengatakan bahwa perwujudan aplikasi ini justru memberikan keamanan dan keselamatan bagi masyarakat Indonesia. Mahfud MD juga mengatakan kita semua bisa melihat bagaimana penanganan covid-19 melalui aplikasi yang sedang dituding ini.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan bahwa upaya pencegahan dan penanganan Covid-19 Indonesia jauh lebih baik dari Amerika Serikat. Menurut Mahfud MD, selama ini Amerika Serikat tidak memiliki kefokusan untuk mempraktekkan HAM untuk sosial-komunal, melainkan hanya untuk Individu. “Melindungi HAM itu bukan hanya HAM individual, tetapi juga negara harus berperan aktif untuk persoalan HAM sosial-komunal,” ungkap Menkopolhukam RI.
Mahfud MD juga menyinggung penanganan HAM di AS jauh lebih buruk dari Indonesia. Menurutnya, sejak tahun 2018, Indonesia telah melaporkan sebanyak 76 kali kasus HAM di AS. Sedangkan dalam rentang waktu tersebut juga, AS justru melaporkan Indonesia sebanyak 19 kali.
3. KEMENLU RI: “Apakah AS Tidak Punya Kasus HAM?”
Tidak mau hanya tinggal diam, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia juga angkat bicara terhadap tuduhan AS ini. Melalui juru bicaranya, Teuku Faizasyah menjelaskan bahwa sampai sejauh ini belum ada satupun negara di dunia yang sempurna jika berbicara persoalan HAM, AS juga.
Teuku Faizasyah juga mempertanyakan tentang kondisi AS yang mereka anggap sebagai negara yang seperti tidak punya kasus HAM. “Saya serius bertanya, apakah AS tidak punya kasus pelanggaran HAM?” tanya Teuku kepada media.
4. ANGGOTA DPR RI: “AS Seharusnya belajar banyak ke Indonesia!”
Anggota DPR RI Komisi IX, Rahmad Handoyo dari PDIP menyesalkan tuduhan AS ke Indonesia sebagai pelaku pelanggaran HAM tentang penggunaan aplikasi PeduliLindungi. Menurut Rahmad, AS sudah seharusnya belajar ke Indonesia tentang manfaat sistem di dalam aplikasi itu agar bisa sukses mengendalikan Covid-19 di negeri Paman Sam tersebut.
Ditambahkan juga, menurut Rahmad AS lebih baik memintai pendapat para duta besarnya yang ada di Indonesia tentang penggunaan aplikasi PeduliLindungi terlebih dahulu sebelum menjustifikasi bahwa Indonesia adalah pelanggar HAM.
5. KOMNAS HAM: “Tidak ada Pelanggaran HAM dalam Aplikasi Ini!”
Melalui komisionernya, Beka Ulung Hapsara, Komisi Nasional (Komnas) HAM mengatakan bahwa penerapan dan penggunaan sistem aplikasi PeduliLindungi sudah sesuai dengan kondisi dan situasi pandemi. Beka mengatakan bahwa negara sangat membutuhkan platform untuk melakukan tracing dan treatment untuk mengatasi covid-19, dan itu semua disediakan oleh PeduliLindungi.
Sampai saat ini, menurut Beka, belum ada satupun laporan pengaduan tentang HAM dari penggunaan aplikasi ini oleh masyarakat.
6. Cyber Security Researcher CISSReC: “Aplikasi AS Justru Lebih Melanggar HAM!”
Pratama Persadha, seorang Peneliti Keamanan Siber dari lembaga Communication Information System Security Research Center (CISSRec) mengatakan bahwa meskipun PeduliLindungi menyimpan data pribadi masyarakat, namun aplikasi ini sudah terkoneksi dengan EHAC, jadi tidak hanya WNI yang diambil datanya, melainkan juga WNA.
Untuk keamanan privasi, aplikasi ini saat ini justru tidak meminta penggunaannya terintegrasi dengan izin lokasi seperti facebook, instagram, dan lain-lain. Sehingga privasinya sangat aman. Menurut Pratama, jika AS mengatakan PeduliLindungi melanggar HAM, maka berbagai aplikasi yang berasal dari AS justru lebih melanggar HAM. “Ada situasi geopolitik yang harus kita pahami dibalik tuduhan ini.” Tutup Pratama.
=================================
Itulah berbagai respon dari sejumlah pejabat di Indonesia terkait tudingan AS terhadap aplikasi PeduliLindungi. (ASK)