Selama dua tahun lebih pandemi Corona Virus Disease (Covid 19) melanda Indonesia, mengakibat proses pendidikan mengalami perubahan orientasi. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) menerbitkan Surat Edaran (SE) nomor 4 tahun 2020 tentang pelaksanaan pendidikan dalam masa darurat Covid 19. Surat Edaran tersebut berbicara tentang teknis pelaksanaan pendidikan dalam masa darurat Covid 19. Dalam SE tersebut, Kemendikbud juga menekankan bahwa pembelajaran tatap muka maupun jarak jauh mesti tetap memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa.
Dalam sistem dan teknis Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), para pendidik mesti memanfaatkan teknologi untuk membuat pola pembelajaran yang baik dan menarik. Akan tetapi, penerapan go-technology tidak sesuai dengan yang diharapkan. Teknologi yang mestinya dijadikan sebagai jalan pintas pembelajaran, justru banyak disalahgunakan dalam penerapan sistem belajar-mengajar. Salah satu masalahnya adalah seperti penggunaan teknologi justru tidak untuk belajar, melainkan bermain game online.
Dalam konteks bermain game online, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat kecanduan game online sebagai salah satu faktor penyebab meningkatnya angka putus sekolah selama pandemi Covid 19. Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi orang tua dan para pendidik untuk mempikirkan lagi tentang pemaksimalan penggunaan teknologi pada sistem pembelajaran kedepannya. Alhasil, rendahnya pemanfaatan teknologi ke arah yang baik dalam pendidikan memberikan kesimpulan akan menurunnya pendidikan karakter di masa pandemi.
Perlu diketahui, bahwa pendidikan karakter sangat diharapkan tumbuh dalam diri siswa. Pendidikan karakter sangat penting untuk membentuk moral dan akhlak bagi siswa, baik terhadap orang tua, guru, atau masyarakat lain. Akibat pendidikan karakter yang tidak tertanam dengan baik adalah kesulitan siswa untuk menyaring tindakan yang benar dan salah. Sehingga, terciptalah pola pikir yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
Pendidikan karakter sangat perlu ditanamkan kepada siswa. Karakter tersebut nantinya akan melekat dalam diri siswa. Ada beberapa nilai karakter yang ditentukan oleh Kemendikbud sebagai sarana untuk membangun nilai karakter bangsa kita melalui Pendidikan. Diantaranya religius, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, peduli sosial, dan cinta tanah air.
Dari beberapa nilai karakter tersebut, para pendidik mesti dapat mengimplementasikan kedalam muatan pembelajaran. Namun, pada situasi PJJ, penerapan nilai karakter menjadi sulit dilakukan. Contohnya, menerapkan nilai kejujuran. Dalam menegerjakan latihan soal, kebanyakan siswa mengambil jalan pintas untuk mencari jawaban melalui browsing di Google. Alhasil, bukannya proses yang didapatkan, namun hasil yang lebih diutamakan. Hal ini yang menjadi penyebab pendidikan karakter sulit diwujudkan dalam PJJ.
Selain hilangnya pendidikan karakter, pembelajaran dengan penggunaan teknologi juga dapat menyebabkan hilangnya pendidikan karakter di lingkungan sekolah. Banyak siswa yang tidak menghormati orang yang lebih tua seperti guru, karyawan, dan orang lainnya di lingkungan sekolah. Selain itu, hilangnya rasa sopan santun, tidak disiplin, rasa saling perduli dan tolong-menolong antar sesama juga menjadi dampak negatif dari PJJ dengan pemaksimalan fungsi teknologi. Maka dari itu, jika tidak dilakukan pencegahan dari sekarang, maka akan mengakibatkan rusaknya mental generasi muda.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan PJJ menggunakan media teknologi, penting kiranya peran guru, orang tua, dan masyarakat yang berkolaborasi agar lebih aktif dan kreatif dalam memasukan nilai-nilai pendidikan karakter anak, baik di sekolah maupun di rumah. Contoh karakter seperti bertanggung jawab dan jujur. Kedua karakter teersebut perlu diterapkan sejak dini dalam diri siswa. Alasanya, karena keduanya saling berkaitan dengan keseharian siswa. Jika, tanggung jawab serta jujur telah tertanam sejak kecil, maka karakter yang lain akan mengikuti.
====================================
Ditulis oleh: Alifah Beninda Desfi, Mahasiswa Universitas Negeri Padang