Sumbarmadani.com – Sekarang ini, kita semua sedang dihujani oleh berbagai polemik publik yang mana mempertanyakan soal bagaimana nasib demokrasi Indonesia saat ini. Apakah demokrasi masih memiliki pondasi kokoh untuk bisa dilaksanakan atau hanya sekedar pajangan? Apakah demokrasi sedang berpihak atau condong kepada para penguasa atau masih kembali ke tujuan yang mulia yaitu menyejahterakan warga negara?
Ada sebuah konflik produktif mengenai pertaruhan demokrasi yang selama ini menjadi bahan perbincangan bagi kita semua, juga sekaligus dapat memberikan penilaian atau pandangan kita terhadap yang namanya demokrasi saat ini. Berdasarkan survei, bahwasanya ada opini publik yang terpecah menjadi dua belahan perihal kekuatan demokrasi sekarang ini, ada yang mengatakan kondisi demokrasi Indonesia saat ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya dan ada yang berpendapat bahwa wajah demokrasi dan pondasi hukum Indonesia saat ini sangat dipertaruhkan dikarenakan indeks dari demokrasi tersebut menurun.
Salah satunya indikasi dari Trifena M.Tinal, anggota Komisi VI DPR RI dari fraksi Golkar menyatakan bahwa berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh SMRC pada 12-15 Agustus 2020 terhadap kondisi politik dan demokrasi Indonesia. Survei ini membuktikan “rakyat cukup puas terhadap kinerja pemerintah. Jika ada sekelompok orang atau organisasi baru menuntut Presiden untuk bertanggung jawab karena belum memenuhi tuntunan rakyat sesuai sumpah dan janjinya, saya pikir itu keliru.” Ungkap Trifena.
Disisi lain tanggal 20 Oktober 2020, Direktur Eksekutif Amnety International Indonesia, Usman Hamid mengatakan kualitas Demokrasi dan Hak Asasi Manusia cendrung turun dari tahun ke tahun. Kondisi ini menjadi catatan buruk bagi satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Usman menyampaikan bahwa “ke depan kami memprediksi kualitas demokrasi dan hak asasi semakin menurun akibat pelaksanaan UU seperti UU Minerba dan Omnibus Law.”
Jika kita lihat, berkurangnya indeks demokrasi dan kualitas hak asasi manusia bukan hanya pada kebebasan individu seperti kebebasan berpendapat. Namun, juga pada aspek keadilan sosial seperti hak-hak tanah adat, hak-hak normatif buruh, serta nelayan dan perempuan. Bentuk pembatasan pendapat atau protes massa tersebut bukan hanya dalam bentuk keterbatasan di jalanan ataupun ruang maya, akan tetapi juga pada sekat pembatasan akses, intervensi konten melalui peretasan akun pribadi, kelompok untuk situs pers, hingga kriminalisasi.
Sebenarnya jika dipandang secara konseptual hukum yang ada, kebijakan negara itu sangat memerlukan pendapat dari masyarakat, mengapa demikian? Karena, dampak atau pelaku yang akan ikut andil dalam pemutusan UU atau aturan tersebut adalah masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, hal tersebut dilupakan oleh pemerintah, terutama Dewan Perwakilan Rakyat. Suara publik ihwal pembuatan Undang-Undang pun diabaikan dan dilanggar, seperti yang terlihat dari UU mineral dan batu bara (Minerba) dan UU Cipta Kerja.
Kemandekan Demokrasi
Pada saat pemerintahan Jokowi-ma’ruf Amin saat ini sedang terjadi kemunduran atau kemandekan perkembangan demokrasi. Hal ini bukan hanya sekedar kritik dari dalam negara, akan tetapi dari luar negeri pun juga mengkritik hal ini. Ed. Aspinal, Tom Powel, dan Eve Warburton menjelaskan kemandekan ini tercermin melalui sikap Presiden Jokowi yang mulai melakukan praktik non-demokratis seperti membubarkan ormas tanpa proses hukum, meningkatnya intoleransi, semakin kuatnya polarisasi publik, masifnya kabar bohong dan pelanggaran hak asasi manusia.
Polarisasi Politik
Di balik sikap demokrasi saat ini, masyarakat kita tengah mengalami krisis suara kritis kepada kekuasaan karena adanya beberapa elemen dari masyarakat seperti kampus, media dan mahasiswa telah sekurang-kurangnya memilih untuk diam demi menghindari stigma atau keberpihakan kepada kelompok intoleran yang anti-pancasila dan anti-demokrasi. Dikarenakan polarisasi politik yang tajam sehingga Indonesia terbelah menjadi dua kubu yang membuat setiap suara mengkritik pemerintah dikelompokkan kedalam kubu anti-pemerintah. Padahal suara kritis adalah kehilangan besar untuk demokrasi yang membutuhkan kekuatan yang sehat untuk mengontrol kekuasaan.
Instrumen Berbagai Elemen
Dalam mengatasi kondisi demokrasi saat ini, semua pihak atau berbagai elemen seperti para intelektual, aktivis, jurnalis dan partai politik harus memainkan perannya masing-masing demi kemajuan indeks dalam menciptakan negara yang demokratis. Kita harus sama-sama berjuang menyelamatkan polemik dan krisis demokrasi saat ini. Karena rendahnya dialog dan sinergi diantara berbagai elemen, hal itu adalah masalah demokrasi kita pada hari ini. Dengan demikian, wajah demokrasi Indonesia saat ini sedang mengalami keminusan. Pertanyaannya, disebabkan oleh apa persoalan tersebut?
Sebab, memang secara formalitas, pemerintah mendukung bahkan memfasilitasi publik untuk mengutarakan aspirasinya, akan tetapi secara realitanya walau sesuai dengan prosedur dan substansinya kita sebagai masyarakat kehilangan haknya bahkan sebagian kita mengalami ketakutan bersuara karena melihat beberapa aksi dari pihak keamanan (alat negara) dan siasat politik yang lebih banyak merugikan dan penindasan masyarakat sehingga demokrasi yang awalnya dibangun untuk tujuan yang suci dan bersih sekarang ternodai karena masalah krusial dan ketimpangan hukum yang terjadi saat ini.
Saat ini demokrasi sedang terancam, ancaman tersebut meliputi kebebasan berpendapat, berunjuk rasa, berdemonstrasi, kebebasan mendapatkan perlakuan adil oleh aparat dsb. Akibatnya masyarakat dipayungi oleh atmosfer ketakutan akan perundungan dan persekusi. Berdasarkan hasil survei dari Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi pada tanggal 25 Oktober 2020 menunjukkan bahwa persepsi publik terhadap tingkat demokratisasi di Indonesia saat ini menurun, sebanyak 36 persen menyatakan Indonesia menjadi kurang demokratis, 37 persen menyatakan Indonesia tetap sama keadaannya dan 17,7 persen menyatakan bahwa Indonesia lebih demokratis. Ditambah dengan hasil turunan yang menerangkan bahwa 69,6 persen responden menyatakan sangat setuju bahwa sekarang masyarakat semakin takut untuk menyatakan pendapat. Sebanyak 73,8 persen responden menyatakan sangat setuju bahwa sekarang ini masyarakat semakin sulit berdemonstrasi atau melakukan protes.
Keadaan semacam ini menjadi alarm untuk pemerintah atau elite politik akan nasib demokrasi Indonesia saat ini. Walau demokrasi secara teknis dan normatifnya baik dan terjalani tetapi secara kualitas kebebasan rakyat atau warga sipil mengalami indeks demokrasi yang menurun.
Salam Mahasiswa, Salam Rakyat Indonesia, Salam Perempuan Indonesia (***)