Sumbarmadani.com – Di zaman era digital saat ini, teknologi memberikan banyak dampak perubahan pada kehidupan sosial masyarakat. Dimensi digital ini membawa pengaruh dan perubahan terhadap gaya hidup, tatanan sosial hingga pada nilai moral dalam masyarakat itu sendiri, terutama dalam tingkat kalangan remaja. Terlihat saat sekarang ini, hampir seluruh remaja memiliki akun media sosial pribadinya. Media sosial digunakan oleh mereka sebagai wujud dari eksistensi diri, berswafoto lalu menyebarkannya dimedia sosial, dan hal tersebut menjadi upaya representasi diri mereka di media sosial agar dianggap “ada” atau eksis di dunia media sosial.
Namun, sangat sayang sekali masih banyak remaja yang menyalahgunakan media sosial dengan hal-hal yang mengarah kepada ujaran kebencian, kalimat sindiran/hinaan, hingga penyebaran berita hoax yang dapat merugikan berbagai pihak. Hal tersebut saya sebut sebagai krisis etika. Salah satu krisis etika yang menjadi fokus pada opini berikut adalah Cyberbullying, yakni istilah yang digunakan pada saat seseorang atau kelompok dengan sengaja melukai orang lain dalam bentuk tulisan, visual atau gambar dan/ atau komunikasi oral menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Remaja dan kejahatan cyber bukan sesuatu yang tak asing lagi bahkan sudah menjadi topik penting dalam dunia hari ini. Yang menjadi korban ataupun pelaku dari Cyberbullying ini kebanyakan dari kalangan remaja. Karena remaja ialah fase tahap pertumbuhan dari anak anak menuju dewasa yang sedang mengalami masa tidak dapat mengendalikan emosi mereka, mencari pamor dengan cara menjatuhkan orang lain, tidak dapat berpikir panjang akan dampak yang akan diterimanya, dan merasa bahwa dirinya yang paling benar.
Tahun 2021, banyak kasus Cyberbullying terdata pada kalangan remaja. Sebanyak 60% remaja mengaku banyak mengalami bullying dan 87% lainnya pernah mengalami perundungan online. Indonesia memiliki tingkat kasus anak dan remaja yang mengalami Cybervictimization yang tinggi. Usia remaja secara keseluruhan bisa dikatakan dari rentan 10-19 tahun yang mengalami Cyberbullying bisa menyebabkan penurunan konsentrasi belajar, penurunan prestasi belajar, sulit untuk mengandalikan emosi, tidak berfikir panjang mana yang akan berdampak sangat buruk bagi kesehatan mental mereka, belum lagi tindakan pelaku tidak diketahui orang tua dan si korban memendam sendiri yang nantinya berdampak paling berbahaya depresi berat sehingga berujung nyawa.
Dampak Cyberbullying dapat dikatakan tergolong dahsyat dan kejam karena dapat merusak mental psikologis seseorang. Cyberbullying meninggalkan jejak digital seperti tulisan, video dan foto. Cyberbullying ini lebih mudah dilakukan dari pada kekerasan konvensional karena si pelaku tidak perlu berhadapan muka dengan orang lain yang menjadi targetnya. Banyak oknum yang tidak bertanggung jawab dengan sengaja melakukan bullying terhadap orang lain yang mungkin tidak mereka kenal sebelumnya.
BAGAIMANA BENTUK CYBERBULLYING?
Ada berbagai bentuk cyberbullying yang ada, yang pertama yaitu Flamming, yaitu pertengkaran dengan melibatkan kemarahan dan bahasa vulgar yang dilakukan secara online di media sosial. Yang kedua yaitu Harrasment, yaitu pesan yang buruk dan menghina yang dikirim secara berulang. Yang ketiga yaitu Denigration, yaitu membuat rumor negative sehingga merusak relasi korban. Yang keempat yaitu Outing, yaitu menyebarkan rahasia, informasi atau gambar yang memalukan orang lalin secara online di media sosial. Dan yang terakhir kelimia yaitu Exlusion, yakni pengabaian secara sengaja dan kejam kepada orang lain dalam suatu forum online.
Dalam perspektif sosiologi anak, remaja harus ditempatkan sebagai subjek utama untuk memahami bagaimana mereka terlibat dalam tindakan kriminal di dunia maya. Banyak orang dewasa memiliki konsep bahwa remaja cenderung menjadi pelaku kejahatan cyber karena kurangnya disiplin atau etika digital. Namun, pandangan ini belum mencerminkan realitas kompleks dari situasi tersebut. Maka dari itu, kita perlu melihat apa yang menjadi faktor-faktor sosial yang mendorong remaja untuk melakukan kejahatan cyber tersebut.
Salah satunya adalah tekanan dari media sosial dan teman sebaya untuk mendapatkan popularitas atau pengakuan di dunia maya. Hal ini dapat mengarah pada perilaku merugikan seperti bullying online atau penipuan. Selain itu, ketidakmampuan bagi remaja untuk membedakan antara apa yang legal dan ilegal juga menjadi masalah serius. Budaya internet memberi kesan bahwa segala sesuatu bisa didapat dengan mudah tanpa adanya konsekuensi hukum ataupun moral.
Jika kita menilik dari perspektif hukum, CyberBullying termasuk dalam undang undang hukum pidana dan “UU NO. 11 Tahun 2008” tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Jika CyberBullying tidak ada dalam undang-undang hukum pidana, mungkin orang akan terus terus berasumsi bahwa cyberbullying adalah suatu hal yang wajar dan diterima oleh sosial masyarakat.
Perlunya edukasi mengenai etika dalam bersosial media. Semua orang harus tahu bahwa tindakan yang kita lakukan bisa terekam dalam dunia digital. Buruknya etika bermedia sosial seorang netizen disebabkan oleh sekelompok masyarakat yang menggunakan media sosial sebagai tempat untuk menyapaikan pendapat yang tidak bisa di uatarakan secara langsung. Komentar ataupun pendapat negative yang mereka berikan pada korban juga dapat dipengaruhi dengan kondisi sosial yang terjadi saat ini, yang menyebabkan sosial media bukan hanya ruang informasi berkomunikasi melainkan sudah tak ramah dan mengabaikan etika sehingga berkomunikasi menjadi liar dan toxic. Penggunaan media sosial yang tidak sesuai etika ini mengakibatkan pelanggaran privasi pribadi serta beberapa resiko.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat dewasa kita harus meningkatkan pemahaman tentang bahaya kejahatan cyber agar dapat memberikan edukasi kepada generasi muda tentang cara menggunakan teknologi secara bertanggung jawab. Kita juga perlu memperkuat pengawasan dan perhatian kita terhadap aktivitas online anak-anak karena penggunaan media sosial secara berlebihan dapat mengakibatkan perubahan norma perilaku dan sosial yang dapat mengkatkan kejahtan cyber nantinya serta memberikan dukungan moral jika mereka mengalami intimidasi atau tekanan dari teman sebaya.
Dengan cara ini, kita dapat membantu mencegah kejahatan cyber pada remaja dan menciptakan lingkungan yang aman untuk masa depan generasi muda. Semua orang harus bekerja sama untuk melindungi para remaja dari bahaya di dunia maya agar mereka bisa tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab dalam menggunakan teknologi digital sesuai dengan etika sosial dan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat secara umum.
Media sosial ibaratkan seperti pisau bermata dua. Disatu sisi dapat di pergunakan sebagai sarana komunikasi namun disisi lain dapat menimbulkan permusukan aksi Cyberbullying. Dengan begitu kita semakin berkembangnya telnologi informasi saat ini dapat membuka mata dan pikiran kita lebih sadar serta bisa menahan diri dalam menyikapi sesuatu yang berkembang di sosial media
Tampaknya di era serba teknologi digital ini penting untuk memberikan perhatian lebih terhadap etika bersosial media. Mari kita bekali diri dengan literasi digital dan etika berinteraksi di media sosial maupun di real life.
DON’T ACT STUPID AND CHANGE YOUR MINDSET !
STOP CYBER BULLYING !
============================================================
Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Andalas