Sumbarmadani.com-Pertandingan Arema melawan Persebaya pada lanjutan BRI Liga 1 pekan ke-11 di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10) berakhir ricuh hingga menimbulkan korban jiwa.
Laga yang mempertemukan tim tuan rumah Arema Indonesia dengan Persebaya Surabaya berkesudahan 2-3 untuk kemenangan tim tamu.
Saat jeda istirahat babak pertama, ada sekitar dua atau tiga kali kericuhan sedikit di tribun 12-13. Kerusuhan tersebut bisa segera diamankan pihak berwenang.
Puncaknya pada babak kedua, setelah pemain Persebaya mencetak gol ketiga di menit 50, laga berjalan dengan sangat panas dan serangan demi serangan dilancarkan oleh tim Arema. Hingga berakhirnya babak kedua tidak ada tambahan gol, sehingga membuat Persebaya menang di Kanjuruhan setelah tidak pernah menang 23 tahun lamanya atas Arema.
Hasil minor yang diterima publik tuan rumah membuat kecewa Aremania (sapaan akrab suporter Arema). Semakin lama kekecewaan mereka makin kuat dan kemarahan tidak terkendali, karena disertai dengan lemparan benda-benda ke lapangan.
Penuturan salah seorang penonton yang selamat, melalui akun Twitternya @RezqiWahyu_05 menceritakan kronologi terjadinya kerusuhan tersebut. Pada saat peluit panjang dibunyikan, pemain Arema langsung tertunduk lesu dan kecewa. Beberapa suporter turun ke lapangan menghampiri pemain Arema untuk menanyakan kenapa sampai kalah, atau melampiaskan kekesalan.
“Disisi lain ada seorang suporter dari arah tribun selatan nekat masuk dan mendekati Sergio Silva dan Maringa (Pemain Arema). Terlihat seperti memberi kritik dan motivasi kepada mereka,” katanya.
Dari situ, masuk beberapa orang lagi ke lapangan meluapkan kekecewaan kepada pemain Arema. Namun, semakin banyak mereka yang berdatangan masuk, semakin ricuh stadion karena dari berbagai sisi stadion juga ikut masuk meluapkan kekecewaannya ke pemain.
Pihak aparat melakukan berbagai upaya untuk memukul mundur para suporter. Saat aparat memukul mundur suporter di sisi selatan, gantian suporter dari sisi utara yang bergerak ke arah aparat. Namun karena aparat memiliki persenjataan keamanan yang lengkap mereka dapat memukul mundur suporter itu.
“Menurut saya perlakuannya sangat kejam dan sadis, dipentung dengan tongkat panjang, satu suporter dikeroyok aparat, dihantam tameng dan banyak tindakan lainnya,” tulis akun tersebut.
Tim pengamanan dari Kepolisian melakukan upaya-upaya pencegahan dan melakukan pengalihan supaya mereka tidak masuk ke dalam lapangan, ucap Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta dikutip dari Okebola.com.
Guna meredakan kemarahan suporter, polisi melepaskan tembakan gas air mata ke arah suporter. Dari tembakan gas air mata itu, suporter yang mencoba menghindar kian tidak terkendali, sehingga harus mengorbankan penonton lain dengan menginjak-injak guna menyelamatkan diri, lanjut Kapolda.
Tak hanya di dalam stadion, kerusuhan juga terjadi di luar stadion. Apalagi suporter yang terkena gas air mata di dalam stadion mencoba untuk keluar dengan keadaan pintu keluar yang sesak. Sehingga ibu-ibu, wanita dan anak-anak kecil terlihat sesak tak berdaya akibat terkena gas air mata.
Saat itu kondisi di luar stadion Kanjuruhan sudah sangat mencekam. Banyak suporter yang lemas bergelimpangan, teriakan dan tangisan wanita, suporter yang berlumuran darah, mobil-mobil polisi dan fasilitas stadion yang hancur, serta kata-kata makian dan amarah terdengar.
Jumlah korban dari kerusuhan di Kanjuruhan sebanyak 448 orang, sebanyak 125 orang meninggal (dua diantaranya adalah polisi), 302 orang luka ringan dan 21 orang lainnya luka berat. Ini menjadi yang terbesar ketiga setelah tragedi di Peru yang menelan lebih dari 320 korban jiwa meninggal dan Ghana dengan 126 Korban jiwa.
Data ini dibeberkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar tidak terjadi kesimpangsiuran data. Karena saat sebelumnya data mengatakan bahwa korban jiwa mencapai 129 orang, bahkan ada yang mencapai 131 dan 159 orang, karena ada yang tercatat ganda.
Penyebab korban meninggal seperti dijelaskan Kadinkes Kabupaten Malang Wiyanto Widodo adalah karena mayoritas mengalami sesak nafas dan terinjak-injak karena panik.
Sementara Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan tragedi Kanjuruhan Malang bukan disebabkan bentrok antar suporter. Melainkan penyebab total yang meninggal di Kanjuruhan sebanyak 125 orang karena desak-desakan dan terinjak.
Padahal suporter juga banyak mendapatkan perlakuan kasar dan kejam dari aparat di dalam lapangan dan mengalami sesak napas akibat lemparan gas air mata.
Akhirnya, “Tidak ada pertandingan sepakbola yang sebanding dengan sebuah nyawa,” Alfatihah untuk para korban. (AJI)