Sumbarmadani.com-Salah satu episode kehidupan Prof dr Taruna Ikrar M.Pharm MD Ph D (lahir di Makassar 15 April 1969), barangkali, bisa dikiaskan dari selarik lirik lagu The Climb yang dipopulerkan Miley Cyrus, “Bukan soal seberapa cepat aku sampai ke sana; Bukan pula soal apa yang sedang menunggu di seberang sana; (Namun) soal pendakiannya”.
Ya. Ini sebuah tulisan ringan, sekelumit tentang Taruna Ikrar. Mantan Ketua Umum HMI Cabang Makassar Sulawesi Selatan. Pada Munas XI KAHMI 2022, ia terpilih sebagai Wakil Ketua Dewan Pakar MN KAHMI Masa Bakti 2022-2027
Andai saja ada perubahan atau penggantian posisi Ketua Dewan Penasehat dan Ketua Dewan Etik di munas, bisa jadi, ia Ketua Dewan Pakar. Lantaran banyak MW maupun MD KAHMI se-Indonesia di forum yang mengusulkan namanya .
Munas memutuskan Dr Akbar Tandjung tetap di posisi Ketua Dewan Penasehat. Dr (Hc) M. Jusuf Kalla bercokol sebagai Ketua Dewan Etik. Karnanya, segendang-sepenarian, Prof Dr Mahfud MD tetap bertengger di kursi Ketua Dewan Pakar.
Berjumpa kembali denganya di sebuah warung sederhana. Tak jauh dari Sriti Convention Hall. Arena Munas XI KAHMI 2022. Sembari menyantap kaledo (kaki lembu donggala) –kuliner khas Palu Sulawesi Tengah– saya mendengarkan cerita getir masa lalunya
Taruna adalah dokter dan seorang ilmuwan dalam bidang farmasi, jantung, syaraf dan otak.
Setelah menamatkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, ia melanjutkan pendidikan Master Farmakologi (M Pharm) di Universitas Indonesia. Ia kemudian mendapat beasiswa dari Pemerintah Jepang untuk meneruskan pendidikan doktor (Ph D) dengan spesialisasi penyakit jantung di Universitas Niigata, Jepang.
Selanjutnya pada 2008, ia kembali melanjutkan post-doctoralnya di bidang neurosains di Amerika Serikat. Cukup lama dia menetap di Negeri Paman Sam tersebut.
Suami dari Elfi Wardaningsih, rekan sesama dokter yang kebetulan bertemu di perpustakaan Universitas Indonesia. Dari pernikahannya ini, ia telah dikarunia tiga anak.
Selain aktif menulis di jurnal-jurnal ilmiah internasional terkait bidang yang ditekuni, ia juga menulis di berbagai surat kabar daerah dan nasional seperti Harian Fajar, Harian Pedoman Rakyat, Harian Kompas, DetikDotCom dan lain sebagainya
Kembali ke topik tulisan. Pada 1998, ia masuk kepengurusan PB HMI 1997-1999 Hasil Resuffle. Menggantikan posisi Aminuddin Syam yang balik kampung ke Makassar menjadi dosen –kini Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Nyaris tak punya saudara dan handai taulan di Jakarta, Taruna pun numpang indekos di Wisma Rini –asrama mahasiswa Universitas Indonesia– yang berlokasi di bilangan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur
Suatu hari, Husni Tanra (Prof Andi Husni Tanra, MD PhD) seniornya alumni HMI Cabang Makassar, yang jua sesama alumni Fakultas Kedokteran Unhas mengajak bertemu. Di Hotel Indonesia. Husni saat itu, Ketua Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Baru pulang ke Indonesia dari sebuah kunjungan acara di Jepang.
“Untuk transportasi jumpa Kak Husni itu, saya tak punya ongkos. Hanya tersisa satu koin dikantong,” ujar Taruna
Berbekal satu koin senilai seratus rupiah itu, ia jumpa Husni Tanra. Pakai kemeja putih, agar dikesankan dan membayar tarif pelajar. Naik bus PPD 213 Jurusan Kampung Melayu – Grogol yang lewat ujung Jl. Imam Bonjol Menteng Jakarta Pusat. Hanya jalan sebentar, ke Hotel Indonesia.
Tak lupa, ia cerita pakai sepatu yang solnya miring. Lantaran sering dipakai jalan kemana-mana.
.
Singkat kata, jumpa Husni Tanra. Dijamu makan enak. Sebelum pulang, Husni memandang Taruna Ikrar dari ujung rambut hingga ujung kaki. Berkomentar kondisinya yang kurang terurus. Kata Taruna menyeringai. “Beginilah kejamnya ibu kota, Kak!”
Sekelebat kemudian, tercipta momen singkat yang buat kaget Taruna. Sebelum berpisah dengan seniornya itu. Husni Tanra memberinya uang transpor. Dalam mata uang Jepang. Yen. Jumlahnya tak perlu disebutkan. Di sini. Tapi pasti, cukup besar untuk Taruna saat itu
Satu lagi kisah hampir mirip dengan di atas
Tahun 1999. Jelang Kongres HMI Jambi. Taruna, merupakan kandidat Ketua Umum PB HMI.
Suatu siang, ia janjian ketemu yunior-yuniornya HMI Cabang Makassar. Lokasi pertemuan di lobi Hotel Grand Hyat. Kawasan Bunderan Hotel Indonesia.
Dari Markas PB HMI Jl. Diponegoro 16-A, ia naik bus 213. Bergelantungan, dan desak-desakan dengan penumpang lain didalamnya. Turun di halte Losari. Hanya berjarak 1 km dari lokasi pertemuan.
Untuk mengesankan, di mata para yuniornya bahwa dirinya siap dan punya modal jadi kandidat Ketum PB HMI, Taruna yang Ketua Bidang PB HMI pun ganti kendaraan. Naik taksi!
Dijemput yuniornya, persis depan lobi
Ada beberapa cerita lain senada yang ia kisahkan. Karna keterbatasan waktu, dan agar _feature_ ini tidak terlalu panjang, mungkin, lain waktu akan saya ceritakan
Benang merah terentang dari cerita di atas, kalaulah bolehlah ditarik, yakni, tidak ada sebuah keberhasilan yang tercipta instan. Tiba-tiba. Seperti membalikkan telapak tangan. Musti melalui proses panjang. Jatuh bangun, jatuh lagi, namun selalu bangkit dengan keyakinan dan kepala tegak. Selalu, di ujung terowongan nan gelap dilalui… akan ada seberkas sinar di ujungnya
Akhirnya. Kembali saya melanjutkan lirik lagu The Climb Miley Cirrus. Sebagaimana tergores di awal tulisan:
“Namun ini adalah saat-saat; Yang akan paling kuingat; Harus terus melangkah; Dan aku, aku harus kuat; Terus berjalan; Karena…; Teruslah bergerak; Teruslah mendaki; Teruslah yakin; Semua ini soal; Pendakian; Teruslah yakin!
Cijantung, 1 Desember 2022.