Sumbarmadani.com – Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang berdampak besar bagi manusia maupun lingkungan alam. Menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana alam adalah bencana yang terjadi oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, tanah longsor, serta kebakaran hutan/lahan.
Hal ini karena adanya faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa. Penyebab bencana alam terbagi 2 yaitu sifat dari alam itu sendiri dan juga ulah manusia, seperti gempa bumi penyebab alaminya adalah pergeseran/tabrakan lempeng bumi. Bencana alam tidak hanya disebabkan oleh sifat alami dari alam saja, melainkan juga disebabkan oleh ulah manusia yang semena-mena terhadap lingkungannya. Seperti banjir yang disebabkan oleh manusia yang membuang sampah di sungai, longsor yang disebabkan karena penebangan sembarangan oleh manusia.
Seperti halnya yang terjadi di Sumatera Barat, pada Sabtu, 11/5/2024 Malam. Tingginya intesitas curah hujan pada beberapa wilayah di Sumatera Barat yang memicu aliran sungai meluap, yang sebagian berhulu di Gunung Marapi hingga material vulkanik dan lahar dingin dari letusan Merapi bulan lalu pun menambah parah keadaan. Hal ini menyebabkan terjadi Galodo.
Galodo sendiri merupakan istilah yang dikenal oleh masyarakat Minangkabau berupa aliran sungai disertai dengan sedimen (pasir, kerikil, batu dan air ) dalam satu paket/ unit dengan kecepatan tinggi atau air bah. Paling parah terdampak di Kabupaten Agam dan Tanah Datar. Setidaknya terdapat tiga daerah yang terdampak parah akibat adanya bencana ini yakni Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, dan Kota Padang Panjang yang berdampak pada rusaknya bendungan, aliran irigasi, jalan, lahan pertanian, fasilitas umum dan bahkan korban jiwa.
Penyebab terjadinya Galodo
Penyebab terjadinya Galodo diperkirakan karena adanya tumpukan material pohon tumbang pada lembah sungai dihulu Batang Anai yang membentuk bendungan alam, dampak getaran gempa vulkanik Gunung Marapi dan curah hujan lebih dari enam (6) jam, mengakibatkan runtuhnya bendungan alam menjadi penyebab banjir bandang atau galodo.
Kemudian, kemiringan dasar sungai Batang Anai yang terjal, terlihat kecepatan air relatif tinggi saat kondisi air normal, limpasan yang terjadi akibat efek penyumbatan pada daerah jembatan dan penyempitan alur sungai. Lalu, loncatan atau overtopping pada alur yang berkelok, dan limpasan yang terjadi karena pengurangan kapasitas alur sungai akibat pengendapan material angkutan, serta sempadan sungai yang belum diterapkan, contoh banyak bangunan yang berada dipinggiran sungai. Selain itu, diperkirakan material yang disemburkan erupsi Marapi itu sebagian menumpuk pada hulu sungai yang bisa menyebabkan banjir lahar dingin atau Galodo.
Dampak terjadinya Galodo
Selama ini yang kita ketahui banyak dampak buruk dari bencana alam, seperti dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan, serta kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, korban jiwa, kerusakan ekosistem, dan hilangnya tempat tinggal. Galodo lahar dingin ini, telah terjadi beberapa hari terakhir menimbulkan beberapa dampak yang merugikan. Seperti terjadinya Kerusakan Lingkungan yang disebabkan aliran air yang deras dan membawa material-material berat dapat menyebabkan erosi tanah yang parah, mengakibatkan kerusakan lingkungan yang luas.
Selain itu mengakibatkan korban jiwa yang meninggal dunia, ratusan rumah rusak berat atau sedang dan lahan pertanian rusak tertimbun lumpur dan kayu-kayuan. Setidaknya ada 62 orang meninggal dunia, 33 orang luka-luka. Ada 84 rumah hancur, 16 jembatan rusak, 2 fasilitas ibadah terdampak dan 20 hektar sawah rusak. Selain itu, dampak dari derasnya arus sungai yang mengelilingi Kota Padang Panjang, selain memutus akses jalan ke sejumlah daerah tetangga, juga berdampak parah terhadap pendistribusian air Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Serambi ke rumah warga.
Perlunya Tindakan untuk Meminimalisir Dampak Galodo
Galodo ini menyebakan kerusakan juga terhadap beberapa bangunan yang bahkan tidak dilakukan AMDAL yang serius hingga tidak mendapat persetujuan dari Dewan Sumbar Daya Air (DSDA). Objek tersebut telah melanggar aturan tata ruang. Belajar dari tragedi ini, sudah saatnya pemerintah serius dalam mengkaji AMDAL dan isu lingkungan ditempatkan sebagai pilar utama jika akan melakukan pembangunan baik dari pemerintah maupun swasta. Indahnya alam di Sumatera Barat memang mampu menarik investor dalam bidang pariwisata, tetapi melupakan pentingnya dalam menjaga keseimbangan lingkungan.
Selain itu, mitigasi bencana yang memadai tidak dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari Peta rawan bencana gunung api yang seharusnya diperbarui oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada akhir Desember 2023, baru dirilis pada Januari 2024. Peta tersebut diterjemahkan oleh Relawan Siaga Marapi Sumbar ke dalam bentuk Google Map dan disampaikan kepada BPBD Sumbar. Upaya sosialisasi melalui media sosial dan media massa juga dilakukan. Meskipun peta sudah dirilis, namun sangat disayangkan kurangnya adanya tindakan konkret untuk membersihkan material vulkanik di sungai-sungai yang berhulu di Marapi. Hal ini menyebabkan penyumbatan dan meluapnya air saat hujan lebat, sehingga memicu banjir lahar dingin. Dan adanya penebangan hutan yang berada di sekitar gunung, sehingga air yang sudah tertahan di gunung jatuh langsung menyebakan galodo.
Dengan demikian, melihat fenomena dan dampak yang disebabkan oleh terjadinya bencana galodo ini, kita hendaknya dapat melakukan hal-hal yang dapat meminimalisir kerusakan yang disebabkan oleh dampak dari bencana alam tersebut terutama pada lingkungan hidup. Seperti, adanya kegiatan pemetaan pada sungai prioritas yang paling berbahaya dan potensi menyebabkan banjir bandang, pembangunan sabo-dam dihulu sungai, pembangunan pengontrol kemiringan dasar sungai agar kecepatan air normal, mengembalikan fungsi jalan nasional, dan segera membuat peraturan tentang sempadan sungai Batang Anai. Selain itu, pentingnya melakukan perencanaan terkait penyelenggaraan rehabilitasi dan Rekonstruksi (rumah, sarana umum, pendidikan, sosial serta infrastruktur ketahanan pangan). Lalu, juga penguatan masyarakat tanggap bencana, serta merencanakan bangunan sabo-dam dan suplai irigasi. Solusi yang ditawarkan itu perlu jadi perhatian pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan.
====================================
Penulis : Ade Amira Fithaloka
Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas