sumbarmadani – Pada hari Kamis, tanggal 15 Juni 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan yang menolak gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Pemilu. Hal ini berarti bahwa Pemilu 2024 tetap akan menggunakan sistem proporsional terbuka, yang juga dikenal dengan istilah “coblos nama caleg”. Meskipun sidang putusan hanya dihadiri oleh delapan dari sembilan hakim konstitusi, MK memastikan bahwa keputusan ini tetap sah.
Salah satu hakim MK, yaitu Saldi Isra, menjelaskan bahwa menurut ketentuan hukum acara pidana, minimal putusan harus diambil oleh tujuh hakim konstitusi. Artinya, jika satu hakim tidak hadir saat putusan diumumkan, ia masih diizinkan untuk hadir saat pengucapannya, bahkan ia diizinkan untuk ikut serta dalam pengucapan putusan tersebut. Oleh karena itu, tidak ada masalah hukum terkait kehadiran delapan hakim dalam sidang putusan tersebut.
Saldi menegaskan bahwa putusan terkait gugatan terhadap sistem Pemilu tetap sah karena sidang tersebut dihadiri oleh lebih dari tujuh hakim konstitusi. Ia menyatakan bahwa hal ini tidak melanggar hukum.
Baca Juga : SOSIALISASI PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM POLITIK DI SMA N 9 KOTA PADANG
“Ada tugas di luar negeri dan itu tidak menyalahi hukum acara karena tetap diputus minimal oleh tujuh orang ini diputus oleh delapan orang,” ujar Saldi.
Sebagai informasi tambahan, hakim Manahan MP Sitompul tidak ikut serta dalam putusan yang diambil dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) terkait gugatan UU Pemilu. Sementara itu, hakim Wahiduddin Adams tidak hadir dalam pembacaan putusan hari itu.
“Yang Mulia Pak Wahiduddin saat ini ditugaskan ke Uzbekistan dan telah berangkat tadi pagi. Ia baru akan kembali mungkin pada hari Senin atau Selasa,” tambah Saldi.
Berikut adalah delapan Hakim Konstitusi yang hadir dalam sidang putusan UU Pemilu:
- Anwar Usman
- Guntur Hamzah
- Enny Nurbaningsih
- Saldi Isra
- Suhartoyo
- Daniel Yusmic P Foekh
- Arief Hidayat
- Manahan MP Sitompul
Sebelumnya, pada sidang yang terbuka untuk umum di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Ketua MK Anwar Usman mengumumkan keputusan Mahkamah Konstitusi untuk menolak gugatan terhadap sistem pemilu. Oleh karena itu, Pemilu 2024 akan tetap dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional terbuka.
“Dengan ini, permohonan pemohon ditolak untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman.
Dalam putusan tersebut, hakim MK Arief Hidayat mengajukan pendapat dissenting. Dalam putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa politik uang dapat terjadi dalam semua sistem pemilu, baik itu melalui sistem proporsional terbuka maupun proporsional tertutup.
Baca Juga: Masih Bisakah Mempercayai KPK?
Keputusan MK ini memiliki dampak yang signifikan terhadap Pemilu 2024. Dengan mempertahankan sistem proporsional terbuka, setiap pemilih memiliki kebebasan untuk memilih kandidat secara langsung dengan mencoblos nama caleg yang diinginkan. Sistem ini memberikan kesempatan yang sama bagi setiap calon untuk mendapatkan dukungan langsung dari masyarakat tanpa tergantung pada posisi dalam daftar partai.
Namun, keputusan ini juga menimbulkan beberapa perdebatan dan kontroversi. Beberapa pihak berpendapat bahwa sistem proporsional terbuka rentan terhadap praktik politik uang dan memperkuat dominasi figur-figur populer tanpa melihat kualitas dan program kerja mereka. Argumen ini mendorong perdebatan tentang kebutuhan untuk mempertimbangkan penggunaan sistem proporsional tertutup, di mana pemilih memilih partai politik dan partai tersebut yang menentukan urutan caleg berdasarkan proporsi suara yang diperoleh.