Sumbarmadani.com – Senin sore (21/3/2022) lalu dari salah satu link media yang beredar di lingkungan masyarakat, di beritakan sebuah spanduk yang menyinggung Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar. Spanduk yang bertuliskan “perintah” untuk mengurus masalah adat dan jangan urus masalah politik dengan tulisan “Urus saja masalah adat, jangan berpolitik!!” dipasang di Jalan Khatib Sulaiman, tepatnya di simpang tiga jalan depan gedung DPRD Sumbar.
Menanggapi hal tersebut, Rifki Fernanda Sikumbang selaku Koordinator Paguyuban Parik Paga NKRI berpendapat bahwa narasi surat kaleng tersebut sangat tidak berdasar, terdengar konyol, dan pelaku bukan orang minang yang paham dengan budaya orang minang.
Menurut Rifki, pelaku tesebut pantas dipanggil dengan sebutan si Atuang. “Ini pesan kaleng yang sangat konyol kerena tidak memiliki dasar dan dibuat tanpa tanggung jawab. Kita sebut saja namanya si atuang”, ungkap Rifki.
Kepada sumbarmadani, Rifki menjelaskan bahwa si Atuang tersebut benar-benar tidak paham dengan nilai-nilai adab, adat, dan budaya masyarakat minangkabau. “Budaya kita di Minangkabau itu keteknyo banamo, gadangnyo bagala, namun yang yang dipertontonkan si Atuang ini tidak mencerminkan itu. Entah dia siapa? maksudnya apa dan guna yg di perbuat apa? semuanya tidak jelas” sampai Rifki.
Selaku koordinator dari organisasi yang bernama Parik Paga NKRI, Rifki menyesali upaya yang dilakukan si Atuang. Beliau menganggap spanduk tersebut hanya ingin menyerang Bapak Fauzi Bahar selaku Ketua LKAAM.
Si Atuang yang tidak menuliskan nama atau identitas dalam spanduk tersebut, hanya ingin membuat kegaduhan saja”, tambah Rifki.
Menurutnya, hal ini merupakan feedback dari ketegasan dan kritik keras pimpinan LKAAM Datuak Nan Sati Fauzi Bahar selaku representasi kekesalan masyarakat Sumatera Barat, khususnya orang Minang terhadap statement yang disampaikan oleh salah satu pejabat pemerintah baru-baru ini.
Selain itu, aktivis yang juga wakil Sekretaris Jendral Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) ini juga menjelaskan bahwa LKAAM merupakan lembaga adat resmi yang berwewenang untuk merumuskan dan menjadi eksekutif dalam regulasi kebijakan masyarakat adat di Minangkabau. Bahkan LKAAM merupakan lembaga yang bertanggung jawab untuk menjaga nilai-nilai budaya minangkabau.
“Sepaham saya, gelar Datuak itu adalah gelar pimpinan sebuah kaum di Minangkabau. Gelar Datuak merupakan simbol dari pimpinan dalam sebuah kaum dan para datuak merupakan representasi dari masyarakat di kaumnya. Berlandaskan fungsinya, membuat para Datuak berhak membuat sebuah kebijakan dan bahkan merumuskan aturan jika itu dinilai perlu untuk kemaslahatan kaumnya”, sampai Rifki dengan tegas
Rifki juga menganggap adanya keanehan dalam penyampaian pesan melalui spanduk ini. “Bagaimana pula kita tidak memperbolehkan para datuak berbicara politik sedangkan Datuak itu sendiri merupakan jabatan Politik, dan ini merupakan sebuah keharusan. Saya semakin yakin kalau si atuang ini benar-benar tidak paham dengan adat dan budaya orang minang, hanya ingin membuat kegaduhan di lingkungan masyarakat kita. Dan atau mungkin hanyalah si atuang yang tidak paham dengan apa yang dia buat dan hanya mengerjakan apa yang di perintahkan, begitu banyak kemungkinan”, Ungkap Rifki kepada Sumbarmadani
Terakhir, Rifki berpendapat bahwa dirinya yakin dan percaya bahwa masyarakat Sumatera Barat sangat paham dengan dinamika yang terjadi hari ini dan tidak akan terbawa arus bunyi orang atau kelompok yang tidak bertanggung jawab ini. “Perlu kita ingatkan kalau si atuang lupa, orang minang menjadikan agama sebagai landasan adat dan mengimplementasikannya dalam kehidupan keseharian. Sehingga orang minang benar-benar akan sangat jelas karakternya jika menyangkut issu-issu agama dan kami akan tetap menjaga itu.”, tutup pemuda sekaligus aktivis itu. (ASK)