Oleh : Ricky Ronaldo
Di tengah persiapan Pilkada 2024 di Kabupaten Sarolangun, kita dihadapkan pada realitas politik yang mengkhawatirkan. Dominasi elite lama masih sangat kuat, dengan calon-calon bupati yang muncul sebagian besar berasal dari lingkaran kekuasaan yang sama. Lebih mencengangkan, salah satu calon yang baru saja memenangkan pemilihan sebagai anggota DPRD Provinsi, bahkan belum dilantik, sudah berambisi mencalonkan diri sebagai bupati. Fenomena ini menunjukkan ambisi kekuasaan yang tak henti-hentinya, di mana tanggung jawab publik sering kali hanya dianggap sebagai formalitas, bukan komitmen untuk pelaksanaan yang tulus.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran besar. Pilkada 2024 seharusnya menjadi momentum untuk perubahan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Sarolangun. Namun, dengan dominasi elite lama yang berulang, kita terancam hanya melihat pengulangan politik lama. Para kandidat lebih fokus pada pertarungan kekuasaan ketimbang pada pengabdian kepada rakyat. Ketika calon-calon pemimpin berasal dari lingkaran elite yang sama, ada risiko besar bahwa perubahan yang dijanjikan hanya akan menjadi retorika belaka, sementara kebijakan dan arah pembangunan tetap terjebak dalam pola lama tanpa inovasi atau terobosan yang berarti.
Masyarakat Sarolangun telah lama menghadapi berbagai tantangan, termasuk infrastruktur yang tertinggal, akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan yang terbatas, serta minimnya lapangan pekerjaan. Pilkada 2024 seharusnya menjadi kesempatan untuk mengatasi masalah-masalah ini. Namun, harapan untuk perubahan signifikan akan sulit tercapai jika para kandidat lebih sibuk mengejar kekuasaan daripada menawarkan solusi nyata.
Lebih memprihatinkan, dinamika politik pra-kampanye menunjukkan praktik-praktik lama seperti politik uang, patronase, dan dinasti politik sebagai instrumen utama untuk memenangkan kontestasi. Alih-alih menjadi ajang kompetisi ide dan visi yang sehat, Pilkada Sarolangun 2024 berpotensi menjadi arena perebutan kekuasaan yang didominasi oleh elite lama yang enggan melepaskan cengkeramannya.
Dinasti Politik yang Terus Mengakar di Sarolangun
Fenomena dinasti politik di Kabupaten Sarolangun bukanlah hal baru. Dinasti politik merujuk pada praktik di mana kekuasaan politik dipegang oleh keluarga atau kelompok yang sama secara turun-temurun. Di Sarolangun, beberapa keluarga telah lama menguasai arena politik lokal, mengendalikan posisi-posisi penting seperti bupati, wakil bupati, hingga kursi DPRD.
Pengaruh yang kuat ini menyebabkan pergantian kepemimpinan sering kali tidak membawa perubahan signifikan, karena para pemimpin baru biasanya berasal dari lingkaran kekuasaan yang sama dan cenderung melanjutkan kebijakan yang sudah ada. Akibatnya, pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sering kali lambat karena keputusan strategis lebih didorong oleh kepentingan kelompok daripada kebutuhan rakyat.
Dinasti politik juga mempersulit munculnya pemimpin baru yang kompeten, karena akses ke kekuasaan dan sumber daya politik sering dimonopoli oleh kelompok yang sama. Ini menciptakan lingkungan politik yang kurang kompetitif, di mana kandidat dari luar lingkaran dinasti kesulitan memperoleh dukungan dan kepercayaan publik. Keberlanjutan dinasti politik ini menunjukkan bagaimana kekuasaan dapat digunakan untuk mempertahankan status quo, sementara tantangan terbesar bagi masyarakat adalah memutus mata rantai ini dan mendorong munculnya pemimpin-pemimpin baru yang memiliki visi untuk memajukan daerah.
Ambisi Tak Kenal Henti dan Dominasi Elite Lama
Di panggung politik Sarolangun, ambisi tak kenal henti para elite lama sulit diabaikan. Elite politik yang telah lama bercokol sering kali menunjukkan keinginan yang kuat untuk terus memegang kendali, bahkan ketika peran mereka sebelumnya belum selesai. Contohnya adalah politikus yang baru saja memenangkan pemilihan DPRD provinsi namun sudah beralih fokus mencalonkan diri sebagai bupati. Ini mencerminkan ambisi besar yang tidak hanya berorientasi pada pelayanan publik, tetapi juga pada akumulasi kekuasaan.
Dominasi elite lama dalam politik Sarolangun mengakibatkan arena politik menjadi kurang dinamis dan inovatif. Mereka yang telah lama memegang kendali sering memanfaatkan pengaruh dan jaringan yang telah dibangun selama bertahun-tahun untuk mempertahankan posisi mereka, baik secara langsung maupun melalui orang-orang dekat. Ini menciptakan situasi di mana perubahan dan pembaruan menjadi sulit terjadi, karena kebijakan dan keputusan cenderung berpihak pada pelestarian status quo.
Ambisi yang tak mengenal batas ini sering kali mengorbankan kepentingan rakyat, karena fokus para elite lebih pada bagaimana mempertahankan atau memperluas kekuasaan mereka daripada melakukan terobosan yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Dominasi yang berlanjut ini juga membatasi kesempatan bagi pemimpin baru yang potensial, yang akhirnya merugikan proses demokrasi dan perkembangan daerah secara keseluruhan.
Harapan Rakyat: Mencari Pemimpin yang Benar-Benar Berkomitmen untuk Perubahan
Di tengah kekhawatiran ini, harapan tetap ada jika masyarakat Sarolangun bersikap lebih kritis dan cerdas dalam memilih. Pemilih harus mampu menilai siapa di antara kandidat yang benar-benar memiliki komitmen dan kapasitas untuk memimpin perubahan. Ini bukan saatnya untuk terbuai oleh janji-janji kosong atau tunduk pada tekanan politik uang. Rakyat Sarolangun harus menggunakan hak pilih mereka sebagai alat untuk memastikan bahwa pemimpin yang terpilih benar-benar berkomitmen mengatasi masalah mendasar yang masih membelit daerah ini.
Pilkada Sarolangun 2024 adalah ujian bagi demokrasi lokal. Apakah masyarakat akan terus membiarkan kekuasaan berputar di tangan yang sama, ataukah berani memilih pemimpin yang bisa membawa terobosan dan kemajuan nyata? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan masa depan Sarolangun. Hanya dengan memilih pemimpin yang benar-benar berdedikasi, kita bisa mengubah Pilkada ini dari sekadar pertarungan kekuasaan menjadi momen penting untuk menciptakan perubahan yang nyata dan berkelanjutan.
*Khairul Rasyid