Sumbarmadani.com-BAWASLU (Badan Pengawasan Pemilihan Umum) Kota Padang mengadakan Sosialisasi Pengawasan Partisipatif Dengan Organisasi Kepemudaan yang dihadiri oleh sejumlah Organisasi kepemudaan seperti PD IPTI Padang, IPPNU, IPNU, GMNI, KAMMI, PII, GP ANSOR, PMII, HMI, PDPM dan beberapa media seperti Sumbar Madani dan Kabanusa yang dilaksanakan di Premier Hotel Basko Padang pada Minggu, 11/12/2022.
Khairul Anwar selaku Pemateri I menyampaikan, pengawasan partisipatif pemilu serentak tahun 2024 semoga menjadi pemilu yang jujur, adil dan tidak terjadi lagi hal-hal yang tidak kita inginkan seperti tahun kemarin dan Khairul juga berharap semoga pemilu kali ini Organisasi kepemudaan bisa ikut andil dalam menyukseskan pemilu ini, ucapnya.
Taufik selaku pemateri II juga menyampaikan, dalam pemilihan yang akan diadakan pada 2024 mendatang, semua harus ikut andil dalam menyukseskan pemilu tersebut. Baik sebagai kontestan, peserta maupun sebagai masyarakat.
Jadi tidak ada satupun masyarakat yang tidak ikut serta dalam memilih, baik pendukung atau tidak mendukung haruslah ikut serta. Maka ketika relasi, komunikasi dan interaksi itu tidak terjadi, maka yang akan timbul adalah gesekan, dikarenakan kepentingan yang berbeda-beda selaku pemicu dari pada konflik itu terjadi dan jikalau seseorang tidak memiliki modal yang sempurna seperti memiliki jaringan, modal budaya yang kuat, modal ekonomi yang kuat, maka akan mendominasi bahkan menghilangkan orang-orang yang dianggap kompetitor secara politik. Ini juga yang akan membuat konflik itu terjadi, sebutnya.
Lanjutnya, kalau kita berkaca dari pemilihan presiden yang terjadi pada tahun 2019, yang mana dinamika yang sangat memanas itu dikarenakan head to head. Jadi pemilihan presiden akan lebih panas dari pada pemilihan legislatif.
Terlebih lagi untuk pemilu 2024 mendatang adalah pemilu serentak, maka kita berharap calon yang akan dicalonkan harus lebih banyak. Sehingga konsentrasi isu lebih terpecah meskipun nanti akan terjadi head to head, kalau memang nanti ada gelombang kedua dalam pemilihan.
Maka salah satu caranya adalah dengan menguatkan masyarakat sipil, kemudian skema politik di Jakarta tentu harus dipertimbangkan juga, kalau langsung head to head maka sejatinya ini akan habis-habisan dari seluruh amunisi dan strategi akan dipakai. Jika ini yang akan dilakukan, menurut saya isu identitas akan cair, kalau pasangan itu lebih dari dua, pungkasnya.
Taufik juga menyampaikan tentang Fiqih Pemilu, “bahwa Sumatera Barat menjadi bagian daerah yang katanya memegang teguh Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah, tapikan kita tidak punya konstruksi pemahaman bagaimana politik itu dalam ranah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah, jadi Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah itukan konkritnya seperti apa? Namun kita menawarkan bagaimana orang Minang itu berpolitik, dan umumnya orang islam secara keseluruhan sejatinya mempunyai Fiqih.”
Lanjutnya, “menurut saya wacana Fiqih Pemilu ini sudah lama adanya, cuma perhatikan untuk menuju kesana belum ada. Makanya saya kalau diskusi dengan teman KPU BAWASLU, saya sampaikan kepada teman-teman BAWASLU KPU itu, kalau ingin mengajak orang yang pertama diubah itu adalah paradigmanya, jangan dianggap ini menjadi kewajiban saya tapi kalau kita bisa mendorong seluruh masyarakat bahkan ulama-ulama bicara tentang kewajiban datang ke TPS kenapa tidak kita lakukan.”
Jadi mereka menganggap bahwa kerja ini sudah menjadi bagian dari kegiatan agama. Kemarin itukan politik identitas, menganggap bahwa perjuangan mereka datang ke Jakarta untuk demo tidak lain adalah bagian dari Ibadah, bahwa itu adalah bagian dari Jihad tapi kenapa kita tidak balikkan gambaran itu untuk persoalan partisipasi dan pengawasan juga harus ditanamkan bahwa itu adalah bagian dari Jihad. Kenapa hanya memiliki si A si B presiden itu dianggap Jihad, inikan harus dibalik logikanya, maka itu yang dimaksud dengan Fiqih Pemilu.
Namun teman-teman dari BAWASLU KPU tidak banyak menyentuh ranah ini, sehingga mereka menganggap hal ini normal yakni kewajiban sebagai warga Negara saja. Nah ini yang harus didorong bagaimana kita memberikan pemahaman kepada masyarakat, bahwa hadir Pemilu itu adalah pahala jalan untuk masuk surga dan jikalau ini tidak dilakukan maka akan berdosa. Jadi pemahaman seperti itu akan mengubah sedikit pergeseran paradigma masyarakat.
Buah daripada pemahaman seperti itu akan meninggalkan yang namanya nomani politik seperti, tidak mau menerima uang sogokan. Karena suap itu jelas akan menjerumuskan kita kepada ke lembah neraka jahanam.
Jadi jika ini yang disampaikan kepada masyarakat, maka masyarakat akan paham bahwa tidak memilih akan berdosa dan kalau memberi atau menerima sogokan itu hukumnya berdosa dalam islam dan akan masuk neraka itu janji Allah dalam Al-Qur’an. Nah inilah yang saya maksud dengan Fiqih Pemilu, karena semua struktur pemilihan sudah ada dalam Islam, namun teman-teman ini saja yang tidak menganggap hal ini penting atau memang tidak paham, sebutnya. (SH)