Sumbarmadani.com – Kemelut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang telah bermula sejak awal Oktober 2020 pada akhirnya telah diundangkan pada hari Senin, 2 November 2020. Presiden Jokowi akhirnya menandatangani dan menetapkan RUU ini diundangkan menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 dan telah terdaftar dalam Lembaran Negara Nomor 245.
UU Cipta Kerja yang diundangkan lebih cepat dari batas waktu akhir yang ditentukan tersebut kembali menuai perdebatan publik. Beberapa kesalahan fatal yang sangat jelas terdapat pada kekeliruan didalam butir-butir pasal yang disalin oleh file berbentuk salinan yang bisa diunggah dari situs Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Sekretariat Negara (Setneg). Kesalahan di dalam penulisan pasal UU Cipta Kerja tersebut dinilai oleh para pengamat dan masyarakat Indonesia sebagai bentuk kegagapan Pemerintah dalam mengesahkan UU yang dianggap kontroversial ini.
Dibalik atas banyak kritikan yang hadir tersebut, Istana, melalui Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, menganggap bahwa kesalahan teknis tersebut tidak mempengaruhi implementasi dari UU Cipta Kerja. Bahkan dari kalangan politisi seperti Arteria Dahlan pun menganggap bahwa kesalahan ini terlalu dibesar-besarkan oleh oknum yang dianggapnya sebagai aktor utama pengeruh suasana.
Lebih lanjut, Pratikno menjelaskan, “Setelah menerima berkas RUU dari DPR, Kementerian Sekretariat Negara telah melakukan review dan menemukan sejumlah kekeliruan yang bersifat teknis. Kemensetneg juga telah menyampaikan kepada Sekretariat Jendral DPR untuk disepakati perbaikannya”. Sampai hal tersebut, Pratikno mengakui bahwa dari berkas yang diberikan oleh DPR ternyata masih banyak yang salah pengetikan ataupun hal-hal typo lainnya.
“Hari ini kita menemukan kembali kekeliruan terhadap teknis penulisan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, kekeliruan tersebut hanya bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja. Kekeliruan teknis ini menjadi catatan bagi kami dan masukan untuk terus menyempurnakan kendali kualitas terhadap RUU yang hendak diundangkan agar kesalahan teknis seperti ini tidak terulang lagi”, lanjut Pratikno mengapresiasi masyarakat yang membaca dan menemukan berbagai kekurangan dalam salinan UU tersebut.
Kekeliruan dalam UU Cipta kerja yang bersifat teknis seperti yang dimaksudkan oleh mensesneg tersebut bisa dilihat didalam BAB III Tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha. Pada poin tersebut, Pasal 6 menjelaskan bahwa: Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
- penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
- penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
- penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
- penyederhanaan persyaratan investasi.
Padahal jika ditelisik pada UU Cipta kerja, Pasal 5 Berbunyi: Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait. Tidak ada “ayat 1” seperti yang dituliskan dalam Pasal 6. Inilah kemudian yang menjadi bahan kritikan dari masyarakat terhadap salinan UU Cipta Kerja yang sudah didapatkan oleh masyarakat.
Dari kabar diatas, sangat jelaslah bahwa, UU Cipta Kerja yang telah diundangkan ini masih mengandung beberapa kesalahan yang sangat fatal dalam penulisannya. Akibat dari persoalan tersebut, kritik dari para masyarakat dan netizen pun semestinya tidak ditanggapi sebagai upaya memperkeruh suasana seperti yang dituduhkan oleh Arteria Dahlan, melainkan adalah upaya untuk membantu penyempurnaan UU ini. Dan jika kedepan masih banyak ditemukan berbagai kesalah teknis dan administratif, jelas kiranya bahwa UU ini akan berpangaruh terhadap implementasinya bukan sebaliknya. (AZN)