Sumbarmadani.com- Putusan PHPU Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024 yang dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi RI (MKRI) mengejutkan masyarakat Sumbar. MKRI memutuskan membatalkan putusan KPU RI No. 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden, Wakil Presiden, dan anggota legislatif, termasuk DPD untuk Provinsi Sumatera Barat, dan memerintahkan KPU untuk melakukan Pemilihan Suara Ulang (PSU) untuk calon anggota DPD RI dengan memasukkan nama Irman Gusman.
Sebelumnya, nama Irman Gusman sempat masuk ke dalam Daftar Calon Sementara (DCS) untuk calon anggota DPD dari Dapil Sumbar, namun kemudian menghilang ketika Daftar Calon Tetap (DCT) dikeluarkan oleh KPU RI. KPU berdalih bahwa Irman Gusman belum melewati masa jeda lima tahun setelah menjalani hukuman pidananya, sesuai dengan Pasal 182 (g) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mensyaratkan tidak pernah dipidana penjara dengan ancaman pidana lima tahun atau lebih.
Irman Gusman kemudian melakukan upaya hukum mulai dari Bawaslu hingga ke PTUN Jakarta. PTUN Jakarta mengabulkan permohonan Irman Gusman dan memerintahkan KPU RI untuk memasukkan kembali namanya ke daftar DCT. Namun, KPU RI tidak menggubris putusan tersebut.
Dalam putusan terbaru, MKRI menyatakan bahwa KPU RI salah karena tidak memasukkan nama Irman Gusman ke dalam DCT, merujuk pada Putusan PTUN No. 600/G/SPPU/2023/PTUN.Jkt yang mengabulkan keberatan dari Irman Gusman. MKRI setuju dengan pertimbangan PTUN Jakarta bahwa masa jeda lima tahun tidak dapat diberlakukan kepada Irman Gusman karena sudah ada hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama tiga tahun dalam putusan Majelis Hakim Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI.
Politikus Golkar Dhifla Wiyani menyoroti keanehan dalam putusan MKRI ini. “Kenapa MKRI bisa mengabulkan permohonan tersebut? Padahal, secara legal standing, Irman Gusman bukanlah peserta Pemilu yang lalu,” ujar Dhifla pada Minggu (30/6/2024).
Menurutnya, Pasal 474 ayat (1) UU Pemilu junto Pasal 3 ayat (1) Peraturan MK No.3 Tahun 2023 tentang Tata Beracara Dalam PHPU Anggota DPD menyatakan bahwa permohonan PHPU hanya boleh diajukan oleh pihak yang menjadi peserta pemilu. Selain itu, permohonan ke MKRI seharusnya hanya terkait sengketa hasil suara Pemilu, bukan mengenai sengketa proses pencalonan calon anggota DPD RI.
Dhifla juga menyatakan bahwa putusan MKRI dalam perkara PHPU ini tidak konsisten dengan putusannya sendiri, yaitu putusan MKRI Nomor 12/PUU-XXI/2023 yang menyatakan bahwa jeda lima tahun tetap wajib diberlakukan pada mantan terpidana. “Hal ini tentu memprihatinkan karena sebagai lembaga pemutus tertinggi dan terakhir dalam proses pemilu di negeri ini, MKRI tidak konsisten dalam memberikan pertimbangan dan putusannya,” tambah Dhifla.
Irman Gusman dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun dalam putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI pada tanggal 24 September 2019 dan telah bebas demi hukum pada tanggal 24 September 2019. Jika Irman Gusman ingin kembali ke dunia politik, ia seharusnya melewati masa jeda lima tahun terlebih dahulu, yang berarti baru bisa mendaftar kembali dalam ajang pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah setelah tanggal 24 September 2024.
Kasus ini menjadi perhatian serius karena putusan MKRI memiliki dampak besar terhadap proses dan hasil pemilu di Sumatera Barat, serta menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi dan integritas lembaga hukum tertinggi di Indonesia. (*)
—