sumbarmadani –Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengumumkan pencabutan izin operasional beberapa perguruan tinggi swasta (PTS) yang mengalami masalah serius.
Pencabutan izin operasional ini dilakukan oleh Ditjen Diktiristek untuk melindungi masyarakat, terutama mahasiswa, dari penyelenggaraan pendidikan yang buruk dan penipuan oleh penyelenggara pendidikan yang tidak bertanggung jawab. Pelaksana tugas Direktur Jenderal (Plt. Dirjen) Diktiristek, Nizam, menjelaskan hal ini dalam sebuah pernyataan di Jakarta pada tanggal 8 Juni 2023.
Keputusan untuk mencabut izin operasional beberapa PTS didasarkan pada fakta dan data yang telah divalidasi. Proses ini dimulai dari laporan masyarakat atau hasil pemantauan lapangan, di mana setiap laporan masyarakat yang disertai dengan bukti awal selalu ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan evaluasi lapangan.
Menurut Nizam, sebelum memberlakukan sanksi, Kemendikbudristek telah mengirimkan berbagai tim, seperti Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti), Direktorat Kelembagaan, tim Evaluasi Kinerja Akademik, dan tim Inspektorat Jenderal. Berdasarkan evaluasi yang mendalam dan rekomendasi dari tim-tim tersebut, langkah pembinaan dilakukan terlebih dahulu sebelum akhirnya izin dicabut jika diperlukan, di kutip dari halaman https://www.kemdikbud.go.id/
Baca Juga :Pendaftaran Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan Resmi Dibuka
Pencabutan izin operasional tersebut ditujukan kepada PTS yang melakukan pelanggaran berat. Bentuk pelanggaran tersebut sangat beragam, mulai dari ketidakmemenuhi standar pendidikan tinggi, pelaksanaan pembelajaran yang tidak nyata, praktik jual-beli ijazah, penyimpangan dalam pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), hingga adanya perselisihan antara badan penyelenggara yang mengakibatkan proses pembelajaran yang tidak kondusif. Sanksi yang dijatuhkan akan disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang terjadi.
Nizam menegaskan bahwa pencabutan izin operasional ini merupakan upaya pemerintah untuk melindungi mahasiswa dan masyarakat. Tujuan utamanya adalah mencegah mahasiswa memperoleh ijazah yang tidak sah dan menghadapi masalah di masa depan. Pemerintah tidak akan membiarkan masa depan mahasiswa yang seharusnya cerah menjadi suram karena tindakan tidak bertanggung jawab dari perguruan tinggi yang tidak baik.
Nizam berharap para calon mahasiswa yang akan mendaftar kuliah di perguruan tinggi untuk berhati-hati. Ia menekankan agar tidak mudah tergiur dengan iming-iming beasiswa. Penting bagi calon mahasiswa untuk memastikan bahwa perguruan tinggi dan program studi yang akan mereka pilih sudah terakreditasi. Setelah diterima menjadi mahasiswa, penting juga untuk memastikan bahwa pembelajaran yang sesuai dengan standar dilakukan, dosennya kompeten, dan sesuai dengan prospektus. Jika terjadi ketidaksesuaian, laporan dapat dilakukan melalui LLDikti terdekat atau melalui laman Lapor di Kemendikbudristek.
Baca Juga : Dinamisasi Election System di Indonesia Menjelang Putusan MK antara Proporsional Terbuka atau Tertutup
Dalam hal hak dan fasilitasi bagi mahasiswa, dosen, dan tenaga pendidik yang terdampak, Nizam menjelaskan bahwa meskipun tanggung jawab pemenuhan hak untuk pindah biasanya berada pada badan penyelenggara PT yang izinnya dicabut, pemerintah tetap melindungi, mengadvokasi, dan memfasilitasi mahasiswa yang terdampak agar dapat pindah dan memperoleh hak-haknya.
Mahasiswa yang terdampak dapat menghubungi LLDikti setempat untuk mendapatkan bantuan dalam proses pengalihan angka kredit mereka. Selain itu, mahasiswa juga dapat langsung menghubungi PTS yang masih beroperasi dengan baik untuk melakukan transfer nilai dan SKS yang sudah diperoleh, asalkan proses perolehan SKS tersebut sesuai dengan standar yang berlaku. Bagi mahasiswa yang menerima beasiswa KIP-K, LLDikti juga akan membantu memastikan agar mahasiswa yang pindah tidak kehilangan haknya.
Bagi dosen dan tenaga pendidik yang memiliki rekam jejak yang baik, pemerintah akan memindahkan mereka ke perguruan tinggi yang beroperasi dengan baik. Namun, bagi mereka yang terbukti terlibat dalam pelanggaran, akan dikenakan sanksi dan dimasukkan dalam daftar hitam (black list).
Dalam hal penyelewengan sarana dan prasarana, Nizam menjelaskan bahwa hal tersebut akan ditangani sesuai dengan ketentuan hukum. Hal yang sama juga berlaku untuk indikasi pidana lainnya. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, pengenaan sanksi administratif tidak akan menunda atau menghapuskan sanksi pidana. Indikasi pidana akan ditangani oleh Inspektorat Jenderal dan Biro Hukum Kemendikbudristek, dan kemudian akan diserahkan kepada kepolisian atau kejaksaan.
Hingga akhir Maret 2023, tercatat ada 4.231 perguruan tinggi dengan 29.324 program studi. Selain itu, terdapat lebih dari 9 juta mahasiswa dan 330 ribu dosen yang tersebar di seluruh Indonesia. Jika ada pengaduan masyarakat terkait penyelewengan yang dilakukan oleh perguruan tinggi, pengaduan dapat dilakukan melalui laman https://sidali.kemdikbud.go.id/app.
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 267/sipres/A6/VI/2023