Sumbarmadani.com- Tawuran, sebuah kata yang mungkin langsung membuat kita terbayang akan keributan, batu beterbangan, dan suara sirine yang memecah keheningan malam. Fenomena ini bukan hal baru, namun tetap saja menjadi duri dalam daging bagi banyak kota besar di Indonesia, termasuk Kota Padang. Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk menjinakkan “monster” ini? Mari kita renungkan bersama, tentu saja dengan secangkir kopi hangat di tangan.
Sejujurnya, tawuran sering kali diawali oleh hal-hal sepele. Perselisihan kecil, persaingan antarsekolah, atau sekadar ajang unjuk gigi antar kelompok. Namun, masalah yang tampak remeh ini bisa membesar bak api yang disiram bensin jika tidak ditangani dengan bijak. Sebelum kita terlalu jauh mencari kambing hitam, ada baiknya kita melihat lebih dalam—ke akar masalahnya.
Pendidikan, teman-teman, adalah kuncinya. Jangan buru-buru mengernyitkan dahi dulu. Saya tahu, kita sudah sering mendengar soal ini. Tapi coba pikirkan, apa jadinya jika setiap anak muda di Padang diajarkan untuk menyelesaikan konflik dengan kepala dingin? Sekolah bisa jadi arena gladi, bukan untuk tawuran, tapi untuk belajar berdialog, berdebat secara sehat, dan saling menghargai perbedaan. Guru-guru bisa mengajarkan, bahwa jagoan sejati bukanlah mereka yang kuat bertarung, tapi mereka yang bisa menahan diri dan berpikir panjang.
Tentu, pendidikan saja tidak cukup. Anak muda butuh ruang untuk menyalurkan energi mereka yang melimpah. Nah, di sinilah peran kegiatan ekstrakurikuler dan komunitas kreatif. Bayangkan jika potensi tawuran bisa dialihkan ke pertandingan sepak bola antarsekolah, atau lomba video kreatif yang menampilkan keindahan Kota Padang. Energi yang sama, tetapi dengan hasil yang jauh lebih positif.
Namun, mari tidak lupakan peran penting keluarga dan masyarakat. Orang tua perlu lebih dari sekadar mengingatkan, mereka harus terlibat aktif dalam kehidupan anak-anaknya. Bukan berarti harus menjadi polisi di rumah, tapi menjadi sahabat yang bisa diajak bicara kapan saja. Sementara itu, masyarakat bisa menjadi tameng sosial, menciptakan lingkungan yang menolak keras segala bentuk kekerasan dan kekacauan.
Lalu, bagaimana dengan aparat? Jangan khawatir, polisi kita tahu kapan harus bertindak tegas, dan kapan harus menurunkan tensi dengan pendekatan yang lebih humanis. Bayangkan, patroli rutin di kawasan rawan bisa mencegah aksi sebelum meledak. Tapi di sisi lain, penyuluhan dan dialog dengan para pemuda juga tak kalah penting. Mereka butuh diberi ruang untuk berbicara dan didengarkan.
Oh ya, jangan lupa, media juga punya peran vital. Media lokal bisa menjadi alat ampuh untuk mengubah pola pikir masyarakat. Bukan hanya melaporkan tawuran yang sudah terjadi, tetapi juga mengkampanyekan hidup damai dan harmonis. Pesan positif ini bisa disebarluaskan melalui berbagai kanal—dari televisi hingga media sosial, yang tentunya lebih akrab di kalangan remaja.
Jadi, antisipasi tawuran di Kota Padang sebenarnya tidak harus selalu dengan langkah besar dan rumit. Langkah kecil tapi konsisten, yang melibatkan semua elemen masyarakat, bisa menjadi kunci. Dengan pendekatan yang elegan, bukan tidak mungkin kita bisa mengubah arah cerita. Dari kota yang dikenal dengan tawuran, menjadi kota yang penuh kreativitas dan kedamaian. Kota Padang, kota kita tercinta, pasti bisa. (SH)