Sumbarmadani.com-Masyarakat adat selama ini kurang mendapatkan perlindungan hukum khususnya dalam penguasaan tanah, lebih lagi akir-akir ini terjadi kasus di Nagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan dan di Nagari Koto Malintang Kecamatan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Direktur Lembaga Bantuhan Hukum (LBH) Padang, Wendra Rona Putra menuturkan, untuk mengantisipasi tindakan yang mengarah kepada kriminalisasi masyarakat hukum adat, maka perlu ada peraturan daerah (Perda) terkait pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat hukum adat.
“Sangat ironis memang, dimana masyarakat menanam pohon sendiri di lahannya. Kemudian dikriminalisasi hanya karena menebang pohon tersebut yang masuk dalam kawasan cagar alam. Belum lagi beberapa komflik yang terjadi yang disebabkan oleh HGU dan perusahan dan ini justru menggambarkan posisi masyarakat hukum adat sangat lemah,” ujar Wendra Rona Putra di Padang, Sabtu, (29/12/2018).
Menurut Wendra, kondisi ini tidak bisa dibiarkan, mestinya harus ada tindakan kongkrit. Oleh sebab itu, LBH mendorong adanya agenda pembahasan tentang kebijakan ditingkat lokal untuk memastikan adanya perlindungan bagi masyarakat adat, sehinga kasus yang serupa tidak terjadi lagi.
“Kita telah diskusi dengan Wali Nagari dan KAN, rata-rata di daerah Agam terjadi persoalan tanah, hutan di salingka Danau Maninjau. Kemudain juga terkait dengan program nasional sertifikasi tanah yang menurut walinagari di Agam menjadi ancanam secara tidak langsung. Sebab menurut mereka, tanah yang sudah disertifikatkan tidak ada hak kolektif secara adat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, menurut Wendra, undang-undang telah memberikan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat, hanya saja hak tersebut tidak dapat dinikmati ketika belum dituangkan dalam bentuk Perda.
“Selain daerah Kepulauan Mentawai, kita belum menemukan prodak hukum yang memastikan hal itu di tingkat daerah. Dan di provinsi lain sudah ada Perda yang mengatur tentang pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat,” ungkap Wendra.
Sementara itu, Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Bawan, Adrian Agus Dt Kando Marajo, mengungkapkan dengan adanya worshop tersebut, berharap lahir Perda di Kabupaten Agam yang memberikan pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat hukum adat.
“Rata-rata peserta yang hadir keluhannya sama, yaitu ketika berbenturan dengan HGU, Pemda, dan perusahan dan mereka cenderung mengabaikan hukum adat yang berlaku. Ini sebetulnya yang kita harapkan bagaimana ada Perda yang memberikan penguatan terhadap masyarakat adat tersebut,” ungkapnya. (*/JRU)