Perkaderan Hmi adalah suatu hal yang paling fundamental pada organisasi ini, dikarenakan perkaderan hmi melahirkan manusia-manusia yang berkualitas akademis serta mampu menjalankan amanat organisasi untuk mencapai tujuan tersebut. Yang dimana tujuan HMI temaktub dalam anggaran dasar HMI pasal 4 Tujuan, “Terbinannya insan akademis pencipta pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhoi allah swt”. Disitulah peran Badan Pengelola Latihan Himpunan Mahasiswa Islam untuk mampu berperan aktif untuk menciptakan kader – kader yang berintlektual dan memiliki moralitas tinggi untuk mampu menghadapi bonus demografi tahun 2045.
BPL hanya sebagai badan pembantu di HMI, akan tetapi ia mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab yang sangat sentral dan berat di HMI. BPL HMI harus mampu memperbaiki dengan cara 1.Menganalisa tuntas persoalan- persoalan dengan pendekatan ilmiah,.yang didasari ketenangan hati serta pikiran jernih dalam persoalan yang dihadapi diseluruh cabang HMI Se-INDONESIA 2.Menemukan akar persoalan dari permasalahan mengenai kekeliruan dalam hal perkaderan. 3.Memberikan opsi pemecahan masalah kebangsaan. 4. Berintegrasi terhadap pilihan dan sikap akademik dan bahkan ideologis dan taktis Pendidikan serta pengajaran secara berkelanjutan (continue).
Bonus demografi menjadi tantangan sekaligus peluang bagi eksistensi HMI. Indonesia akan mengalami periode bonus demografi yaitu pada tahun 2030-2040. Apabila bonus demografi ini bisa dikelola dengan baik dan profesional oleh pemerintah, maka Indonesia bisa mendapatkan besar. Misalnya, potensi rasio beban ketergantungan adalah perbandingan antara jumlahpenduduk usia nonproduktif dengan jumlah penduduk usia produktif. Dalam menjemput bonus demografi, tidak terlepas hadirnya generasi milenial yang akrab dengan smartphone dan akrab dengan teknologi. Misalnya, potensi rasio beban ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia nonproduktif dengan jumlah penduduk usia produktif. Dalam menjemput bonus demografi, tidak terlepas hadirnya generasi milenial yang akrab dengan smartphone dan akrab dengan teknologi. Namun, sejatinya generasi yang sering disebut Generasi Y ini, menurut para peneliti sosial sering kali dikelompokkan pada generasi yang lahir antara 1980-2000. Jadi bisa dikatakan, orang-orang yang masuk ke dalam kategori ini ialah generasi muda yang saat ini berusia 15-34 tahun.
Tantangan kader HMI, bagaimana berada di tengah generasi milenial. Roh organisasi tentunya ada pada proses regenerasi kader tantangan HMI jadi lebih besar baik secara Intenal maupun Eksternal, melihat karakteristik generasi Milenial yang begitu apatis hingga individual. Organisasi harus memiliki roadmap yang jelas, transformasi Himpunan menuju ekosistem digital merupakan syarat mutlak untuk menjelma menjadi organisasi modern, memanfatkan seluruh kecanggihan teknologi dalam mengelola organisasi yang tak bisa dihindari termasuk kelengkapan infrastruktur organisasi dalam meningkatkan kinerja tata kelola administrasi dan fungsi rutin operasional internal.
Hadirnya teknologi informasi, mamberikan terobosan himpunan dalam mengambil keputusan-keputusan srategis yang harus berbasis pada Data Decisision Support System (DSS), dan juga rencana rencana strategis organisasi dapat disinergiskan dengan seluruh entitas organisasi disetiap tingkatan. Seluruh keputusan organisasi semuanya dapat terukur dan terevaluasi dengan jelas, sehingga monitoring dan evaluasi gerak roda organisasipun terkendali.
HMI mulai melupakan tradisi dan budaya intelektualnya. Dalam sejarahnya HMI banyak melahirkan cendekiawan muslim dari generasi ke generasi, seperti pemikir Islam sekaliber Lafran Pane, Dahlan Ranuwiharjo, Deliar Noor, Azyumurdi Azra, Nurcholish Madjid, Dawam Rahardjo, Endang Saifuddin Anshari serta banyak para pemikir lainnya yang lahir dari rahim HMI. Namun beberapa dekade terakhir HMI seakan kehilangan sosok cendekiawan yang memiliki pemikiran visioner bagi masa depan. Apabila budaya intelektual HMI terus tergerus oleh digitalisasi, maka mau tidak mau kader HMI harus menggali lubang kuburannya sendiri ditengah berbagai tantangan disrupsi digital.
Kuatnya idealisme dan tradisi intelektual yang melekat dalam kultur organisasi semakin luntur adapun demoralisasi justru saat usianya semakin matang di tengah silang sengkarut persoalan umat dan bangsa, isu keagamaan, sosial, politik, hukum, dan isu lainya, HMI tak terdengar memiliki gagasan yang bisa menjadi sumber rujukan HMI terkesan tak mampu lagi menjaga independensinya sebagai marwah organisasi di tengah kuatnya tarik-menarik kekuatan partai politik barangkali, akibat mentalitas pragmatisme inilah yang menjadikan HMI tak lagi memiliki pamor di tengah mahasiswa dan masyarakat.
Belakangan ini, ada fenomena menarik, banyak kader HMI memilih jalur politik praktis karena adanya kedekatan emosional atau kepentingan senior terhadap juniornya. Orientasi kader kadang tidak lagi bersinergis dengan tujuan himpunan yang sesungguhnya, ruang aktualisasi menjadi lebih sempit, titik fokus kader hanya politik praktis. Hal ini menjadi tantangan perjuangan HMI saat ini. Bagaimana tetap merawat khitah organisasi sebagai media perjuangan umat dan bangsa dalam amarmakrufnahimunkar Kedepan, agaknya, tantangan HMI semakin berat, tak hanya bagaimana tetap merawat khitah organisasi, tapi juga perubahan karakter generasi. *Robby