Sumbarmadani.com-Dalam pembahasan idologi politik yang ada pada masa kini, tentu kita hanya tau tentang ideologi yang ada di Negara Indonesia yaitu Ideologi Pancasila. Ini disampaikan bagaimana perkembangannya dari awal terbentuknya hingga implementasinya pada masa kini.
Untuk memahami ideologi pancasila, kita tidak bisa mengabaikan para pemikr-pemikir yang merumuskan pembentuk Undang-Undang Dasar 1945, yang disampaikan pada rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Perumus Undang-Undang Dasar 1945 dikemukakan adanya dua cara pandang utama yaitu yang bersifat perseorangan atau individualistik dan yang bersifat kekeluargaan atau integralistik, yang untuk tepatnya lebih baik disebut integralistik Indonesia.
Ideologi pancasila bersumber pada cara pandang integralistik (Indonesia) yang mengutamakan gagasan tentang Negara yang bersifat persatuan. Jadi berbeda dengan cara pandang perseorangan atau individualistik, yang secara abstrak mendasarkan kepada hak perseorangan yang kemudian berdasarkan pada perjanjian masyarakat, membentuk Negara. Cara pandang ini menurut pembentuk Undang-Undang Dasar 1945 menumbuhkan pandangan dualistis dalam bernegara, artinya ada suatu pertentangan antara individu dan kelompok dan bahwa hak individulah yang lebih dominan daripada masyarakatnya, karena manusia menurut cara pandang ini dilahirkan bebas.
Didalam cara pandang integralistik Indonesia, manusia dilahirkan bebas, namun secara alamiah justru tergantung pada orang lain dalam suatu keberadaan tertentu. Oleh karena itu yang diutamakan ialah persatuan yang integral dalam setiap keberadaannya, dan hal ini mempunyai dampaknya baikdi bidang kenegaraan (politis ), sosial, budaya, hukum, ekonomi dan sebagainya.
Dengan demikian Ideologi Pancasila sebagai satu kesatuan tatanan nilai tentang gagasan-gagasan yang mendasar, didasarkan pada pandangan hidup bangsa, yaitu Pancasila yang merupakan jawaban terhadap diperlukannya falsafah dasar Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan sejarah pembentukan Undang-Undang Dasar 1945, jelaslah bahwa tumbuhnya ideologi Pancasila merupakan reaksi terhadap ideologi yang ada di Barat maupun di Timur yang waktu itu menurut pengamatan para pembentuk Undang- Undang Dasar 1945, diperkirakan tidak akan sesuai bagi bangsa Indonesia, melihat pengalaman nyata dari praktik ideologi tersebut di tempat asal masing- masing.
Penolakan terhadap ideologi yang tumbuh dari cara pandang perseorangan atau indididualistik yang lazim di Negara-negara Barat terutama ditujukan pada pola pikir bahwa individu adalah sebebas-bebasnya bahkan dapat bersaing sebebasnya dan yang kuatlah yang menang, yang dianggap tidak sesuai dengan keadaan di Indonesia. Demikian pula dengan cara pandang otoriter seperti diktator-proletar yang mendasarkan pada pola pikir bahwa Negara didasarkan pada teori pertentangan kelas atau pertentangan antar golongan. Sehingga Negara adalah alat dari golongan yang kuat.
Demikian pula dengan paham Negara agama, tidak dianggap sesuai dengan keadaan di Indonesia, yang bangsanya beragama, bersuku, maupun agamanya. Paham Negara (satu agama menumbuhkan minoritas agama sehingga tidak integral lagi dalam persatuan.
Cara pandang integralistik Indonesia dalam bernegara antar lain dapat kita lihat rumusannya pada alenia III pembukaan Undang- Undang Dasar 1945, tidak mendasarkan pada hak perseorangan dengan kebebasannya, melainkan hak seseorang adalah sesuai atau terpadu dengan keberadaannya sehingga menumbuhkan pula kewajiban, dan terbentuklah persatuan dari seluruh
manusia dalam kelompoknya. Keberadaan manusia tersebut lazimnya dirinci dalam berbangsa, bermasyarakat dan bernegara dan hal ini dilandasi oleh kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Beberapa ide atau gagasan dasar yang dikemukakan oleh ideologi pancasila, dapat kita telusuri di dalam Undang Undang dasar 1945, baik di dalam pembukaan, pasal-pasal atau batang tubuh maupun penjelasannya.
Rumusan-rumusan di dalam Undang-Undang dasar bersifat luwes, sehingga dapat menyambut perkembangan masyarakat.
Keluwesan persamaan
tersebut, ditempuh dengan cara menentukan nilai- nilai pokoknya saja, atau dengan cara menginstruksikan perumusannya dengan undang- undang. Karena dengan undang-undang diasumsikan pembuatannya dengan sepengetahuan dan dengan persetujuan (wakil rakyat). Sehingga harus menampung aspirasi rakyat atau sejalan
dengan kesadaran hukum rakyat dan tidak berdasarkan politik hukum penyelenggara Negara belaka.Gagasan dasar tersebut misalnya: mengenai
bermasyarakat, yang kita jumpai nilai-nilai dasarnya di alenia I Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengenai bernegara, yang kita jumpai pada alenia II Pembukaan, mengenai terjadinya negarayang kita jumpai pengertiannya di dalam alenia III Pembukaan, mengenai tujuan Negara, pengertian kerakyatan atau demokrasi dan kedaulatan rakyat atau kekuasaan tertinggi di dalam Negara yang
berada pada rakyat, kesemuanya dirumuskan di dalam alenia IV Pembukaan.
Demikian pula mengenai tatanan bernegara (organisasi), tatanan gerak kenegaraan (system GBHN), tatanan hidup beragama, tatanan hukum,
tatanan pekerjaan yang layak dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, tatanan kesejateraan social atau perekonomian, tatanan pertahanan-keamanan,
tatanan pendidikan dan kebudayaan dan sebagainya, kita jumpai instruksinya di dalam batang tubuh Undang-Undang dasar 1945. Sedangkan pengertian hukum dasar, sistem undang-undang dasar dan etika atau sikap perilaku (semangat), kita jumpai pokok-pokoknya atau arahan pengertiannya di dalam Penjelasan Undang- Undang Dasar 1945.
Dimensi realita, idelaisme, dan fleksibelitas ideologi Pancasila. Rumusan tentang gagasan dasar, baik yang berupa batasan atau pengertian di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, maupun yang berupa tatanan dasar sebagaimana terumus di dalam batang tubuh Undang-Undang dasar 1945, menunjukkan realita di Indonesia mengenai masalah berbangsa, bermasyarakat dan bernegara yang mungkin secara universal dapat pula tumbuh pada bangsa ini.
Dengan demikian kongkretnya Ideologi Pancasila tampak pada dimensi realita yang dieksposkan oleh para pembentuk Undang-Undang Dasar 1945. Hal
Inilah yang membedakan Ideologi Pancasila dan ideologi yang lain, dan ini pula yang mengkongkretkan Ideologi Pancasila, sehingga tidak menjadi lamunan belaka (utopia) Ideologi Pancasila dirumuskan berdasarkan pengalaman sejarah, baik yang mencerminkan suatu keberhasilan maupun kepahitan pengalaman historis bangsa Indonesia, baik yang disebabkan oleh ideology lain maupun oleh hal-hal dari dalam lingkungan bangsa Indonesia sendiri. Hal ini menimbulkan dimensi ideal, sesuatu yang dicita-citakan dalam menjawab permasalahan berbangsa,
bermasyarakat dan bernegara. Dengan demikian ideologi Pancasila membentuk seperangkat nilai-nilai yang menumbuhkan beberapa gagasan
maupun tatanan dasar secara terpadu dengan didasarkan kepada pandangan hidup bangsa Indonesia.
Dimensi realita dan idealisme menuntut suatu pemahaman yang mendasar tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia, baik dalam pembentukan bangsa dari pelbagai suku bangsa (national building) dan dalam bermasyarakat di segala aspek kehidupan dan penghidupan termasuk beragama dan bernegara (character building).
Dengan memahami sejarah tersebut, jelaslah mengapa ide dasar Ideologi Pancasila menuju ke persatuan, sehingga harus kita hindarkan atau
kesampingkan analisa – analisa pengembangan nilai-nilai dasar Ideologi Pancasila, yang akan dapat menumbuhkan perpecahan, apabila kita ingin
menempatkan Ideologi Pancasila pada proporsi fungsi yang sesuai dengan terbentuknya Ideologi Pancasila tersebut.
Batas utama fleksibelitas Ideologi Pancasila ini akan dapat mencegah memudarnya Ideologi Pancasila, sehingga masalah pengalaman ataupun pelestariannya menjadi relevan. Dalam hubungan ini para pembentuk Undag-Undang Dasar 1945, merumuskan dua ketentuan dasar untuk pengamanannya atau jaminan pelestariannya, yaitu : – pertama, di dalam pasal 6 Undang-Undang Dasar 1945, yang mewajibkan Presiden harus orang Indonesia asli, sebab Pancasila digali dari khasanah budaya pemikiran filsafati Indonesia.
Sudah barang tentu dengan memperhitungkan ideologi yang lain namun tetap dengan orientasi kepentingan dan budaya bangsa Indonesaia sendiri. -kedua, di dalam pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945, yang mengatur prosedur perubahan Undang- Undang dasar 1945, yang mengharuskan adanya prosedur khusus yang tidak mudah, bahkan
sekarang dilengkapi dengan Undang-Undang tentang Referendum sebelum dapat menggunakan Pasal 37 tersebut, sesuai dengan keinginan (wakil rakyat) yang terumus di dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat tentang Referendum.
Dimensi fleksibelitas dengan batas tertentu ini memberikan keluwesan, sebagai yang dicerminkan pada rumusan Undang-Undang Dasar 1945, yang memberikan keterbukaan pada setiap warga Negara untuk mengembangkannya, namun tetap menuntut pemahaman pada gagasan dasar yang terpadu dalam Ideologi Pancasila. Hal ini memberikan stabilitas arah kepada bangsa Indonesia dalam berbangsa, bermasyarakat dan bernegara, sehingga tidak terombang-ambing oleh ideology lain maupun kepentingan golongan yang mengancam persatuan dan merugikan masyarakat.
Disamping itu, dimensi keluwesan memberikan dinamika pada bangsa Indonesia. Stabilitas dan dinamika inilah yang diperlukan suatu Negara agar dapat berkembang sesuai dengan tujuan bernegara. Sejarah kenegaraan bangsa Indonesia semenjak 17 agustus 1945, menunjukkan adanya dinamika ini.
Berbagai usaha untuk menanamkan (kembali) ideology lain, merupakan cobaan terhadap Ideologi Pancasila yang dilihat dari sisi yang lain memberikan kemantapan kepada ideologi pancasila tersebut, bagi bangsa Indonesia.