Sumbarmadani.com-Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang judicial review soal pernikahan beda agama di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (26/9).
Cholil menyatakan pernikahan beda agama haram.
“Saya tegaskan para ulama di organisasi Islam Indonesia sepakat bahwa pernikahan beda agama tdk sah dan haram,” kata Cholil dalam keterangan tertulis.
Cholil merujuk ke Pasal 10 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Cholil menegaskan perkawinan dinyatakan sah manakala ditetapkan berdasarkan hukum agama yang dipeluknya.
“Kompilasi Hukum Islam, pasal 4, ‘Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 40 menyebut, dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu; seorang wanita yang tidak beragama Islam’,” ujar Cholil.
Dalam penjelasannya, Cholil juga membeberkan ayat Al-Quran tentang pernikahan. Penjelasan Cholil itu disertai dengan hadis yang mendukung keterangannya.
“Adapun sebab turun ayat 221 ini, dari al-Muqatil bahwa Ibnu Abi Martsad al-Ghanawi yang meminta izin kepada Nabi SAW. Untuk menikahi anak seorang wanita Quraisy yang musyrikah. Sedangkan Ibnu Abi Martsad Muslim, Rasulullah SAW melarang menikahinya. Lalu turunlah ayat ini,” ujar Cholil.
“Ibnu Katsir mengharamkan orang mukmin menikah dengan orang musyrikah yang menyembah berhala. Lalu ayat ini menggeneralisir hukum haramnya menikah dengan orang musyrik dari kitabiyah n watsaniyah. Tetapi mengecualikan pernikahan muslim dengan kitabiyah dengan dalil al-Maidah ayat 5,” sambungnya.
Selain itu, Cholil mengungkap keputusan MUI Nomor 4//MUNAS VII/MUI/8/2005. Keputusan itu menyatakan tentang hukum larangan pernikahan beda agama, yaitu perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
“Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahlulkitab menurut qaul mu’tamad adalah haram dan tidak sah,” imbuh Cholil.
Tak hanya MUI, Nahdlatul Ulama juga telah mengeluarkan fatwa mengenai pernikahan beda agama. Fatwa itu ditetapkan dalam Muktamar ke-28 pada November 1989 di Yogyakarta.
“Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah antara dua orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah,” tutur Cholil.
Cholil juga mengungkap keputusan tarjih Muhammadiyah pada 1989 yang menguatkan pendapat tentang tidak boleh menikahi wanita nonmuslimah atau ahlulkitab. Alasannya ahlul kitab yang ada sekarang tidak sama dengan ahlulkitab pada zaman Nabi SAW.
“Ulama sepakat pernikahan beda agama antara pasangan laki-laki muslim maupun perempuan muslimah dengan orang musyrik atau musyrikah hukumnya tidak sah dan haram. Begitu juga pernikahan perempuan muslimah dengan musyrik, kafir atau kitabi hukumnya tidak sah dan haram,” kata Cholil.
“Pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan Kitabiyah (Yahudi atau Nasrani) ada perbedaan pendapat antara ulama salaf, namun ulama kontemporer khususnya ulama-ulama yang tergabung di ormas Islam di Indonesia sepakat hukum nikah beda agama secara mutlak tidak sah dan haram,” imbuh Cholil. Sumber : detik.com (Azn)