Sumbarmadani.com – Peta kekuatan elektabilitas para kandidat Calon Kepala Daerah di Sumatera Barat sudah memasuki hari-hari akhir. Berbagai perdebatan tentang keunggulan dan kemenangan yang sebelumnya jarang dibahas, untuk sekarang sudah menjadi salah satu pembahasan yang intens diperbincangkan. Hal tersebut bermula sejak Lembaga Survei Poltracking Indonesia melakukan rilis hasil survei di Hotel Grand Inna pada tanggal 3 November 2020 kemarin. Banyak pengamat dan juga lembaga survei lainnya yang mengkritisi hasil tersebut. SBLF Riset and Consultant salah satunya.
Menurut SBLF yang disampaikan langsung oleh Edo Andrefson selaku Direktur SBLF Riset and Consultan Korwil Sumbar-Jambi pada hari Jum’at (6/11), rilis hasil yang dilakukan oleh Poltracking Indonesia beberapa waktu terakhir memang wajar jika banyak dikritisi oleh pihak akademisi, pengamat, maupun masyarakat Sumatera Barat lainnya. Hal tersebut dianggap wajar karena menurut Edo, hasil yang dirilis Poltracking Indonesia sering bertolakbelakang dengan kondisi realitas. “Bisa dilihat dari Pilkada Jawa Barat, saat Paslon Sudrajat-Syaikhu disebut Poltracking hanya mendapat 10,7% pada saat survei ternyata mendapat 28,7% pada Pemilu”, jelas Edo Andrefson.
Selain itu, Edo menganggap bahwa tujuan Poltracking Indonesia merilis hasil survei tersebut hanya untuk membangun framing opini masyarakat dengan cara memperlihatkan angka survei yang sangat bombastis tersebut. “ada strategi besar didalamnya, apalagi media-media mainstream di Sumatera Barat menjadikan berita tersebut di setiap headlines”, pintas Edo.
Lebih lanjut, disampaikan Edo bahwa penurunan elektabilitas secara terus-menerus tidak berdasarkan infografis yang utuh yang mengakibatkan banyak pihak tidak percaya dengan hasil rilisan survei tersebut. “Terlebih, meroketnya elektabilitas Ali Mukhni sebagai calon perseorangan Cawagub meninggalkan calon lain, tentu ini sangat tidak rasional”, tambah Edo. “Bahkan secara komposisi daerah dan juga faktor pemilih milenial yang mencapai 40%, tentu masyarakat akan tahu bahwa Mahyeldi-Audi yang merepresentasikan faktor tersebut”, urai Edo.
Data-data yang dirilis oleh Poltracking Indonesia dianggap sangat politis dan hanya bertujuan untuk mempengaruhi opini Publik. Hal itu dibenarkan oleh Edo Andrefson. Poltracking Indonesia memang menyatakan bahwa alasan masyarakat memilih calon adalah karena disebabkan oleh faktor figur atau ketokohan si Calon. “Kalau dilihat dari figur, sangat bertentangan dengan Paslon Mulyadi-Ali Mukhni yang selama ini memiliki banyak isu dan kasus yang dianggap sebagai intrik politik, seperti contoh kasus yang menjerat Cawagub Indra Cati dan juga pemindahtugasan Cagub Fakhrizal dari Kapolda Sumbar ke Mabes Polri”. Sangat tidak rasional, tegas Edo.
Edo Andrefson berargument bahwa hasil survei Poltracking Indonesia terkesan meremehkan Paslon lain yang akan bersaing pada Pilkada Sumbar 2020 ini. Justru, Edo menilai terdapat beberapa pertanyaan survei yang tidak ditampilkan oleh Poltracking Indonesia karena menguntungkan Mahyeldi-Audi, yaitu pertanyaan tentang aktivitas blusukan yang dilakukan oleh setiap Paslon dan juga pertanyaan tentang konsolidasi partai untuk pemenangan calon.
Dalam waktu dekat, rencananya Edo Andrefson bersama SBLF Riset and Consultant juga akan melakukan hasil rilis survei yang berbeda jauh dengan hasil yang dirilis Poltracking Indonesia. Dari data SBLF, Mahyeldi-Audi menempati posisi perolehan elektabilitas pertama, diikuti oleh Mulyadi-Ali Mukhni, Nasrul Abit-Indra Catri, dan yang terendah Fakhrizal-Genius Umar. “SBLF Riset and Consultant merupakan lembaga Survei lokal yang sudah berpengalaman dan mengetahui secara jelas medan wilayah pengambilan sampel di Sumatera Barat”, tutup Edo. SBLF dianggap Edo sangat kredibel dalam membaca peta elektoral politik Sumatera Barat. Hal tersebut pernah dibuktikan ketika Pileg 2019 yang menunjukkan hasil yang sangat dekat dengan keputusan KPU RI. (ASK)