sumbarmadani – Indikator utama dari kuatnya lembaga peradilan suatu negara adalah sejauh mana ia bisa menjaga eksistensi dari kelembagaanya. saat ini kekuatan lembaga peradilan negara bergeser pada kemampuan lembaga itu untuk melayani tuntutan masyarakatnya. Salah satu isu hangat kelembagaan peradilan negara yang menjadi perhatian adalah kemampuannya untuk memenuhi rasa keadilan dan keamanan di tengah masyarakat.
Untuk memenuhi rasa keadilan pada konteks kelembagaan negara di Indonesia adalah dengan adanya sistem dan lembaga peradilan yang berfokus pada tiga institusi yaitu Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Hal ini dimaksudkan agar berjalannya distribusi kekuasaan yang seimbang serta merefleksikan model institusional pluralisme.
Tidak hanya sebagai pemenuhan rasa keadilan, sistem peradilan juga berfungsi untuk pemulihan keseimbangan tatanan di dalam masyarakat. Maka dari itu dibutuhkan penegakan hukum atau peradilan yang bebas, adil dan konsisten dalam melaksanakan atau menerapkan peraturan hukum yang ada
Baca Juga : Perbaikan Sistem Hukum Dalam Memberantas Oligarki di Indonesia
Sistem peradilan harus bersifat bebas mandiri dalam mengadili dan dari campur tangan pihak ekstra yudisil. Maksud dari sifat bebas mandiri dalam konteks sistem peradilan adalah keinginan untuk memperoleh putusan yang seadil-adilnya melalui pertimbangan dan kewenangan hakim yang mandiri tanpa pengaruh dan campur tangan pihak lain.
Kemandirian sistem peradilan tertuang dalam dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan diperkuat pada Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman Pasal 3 ayat (1) yang berisikan poin-poin mengenai kemerdekaan lembaga peradilan dan kemandirian fungsi kehakiman.
Idealnya lembaga peradilan Indonesia haruslah memiliki dua sifat yaitu independen dan imparsial atau tidak memihak agar dalam proses pelayanan fungsi peradilan, para pencari keadilan terhindar dari ekses-ekses yang negatif. Nilai independensi kehakiman menyangkut nilai-nilai substansial dan perilaku hakim yang independen berlandaskan pada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, adil, berwibawa, berbudi luhur, dan jujur.
Kebebasan sistem peradilan merupakan asas universal pada setiap negara, setiap negara dan bangsa pasti mendambakan kebebasan dalam proses pengadilan dan sistem peradilannya hanya saja isi atau nilai kebebasannya yang berbeda. Seperti isi dan nilai kebebasan peradilan di Indonesia dengan belanda tidak sama walaupun sama-sama mengenal asas kebebasan peradilan.
Bangsa Indonesia juga menghendaki adanya tatanan masyarakat yang tertib dan seimbang untuk itu dibutuhkan sistem peradilan yang mandiri agar setiap konflik, sengketa, atau pelanggaran dapat diselesaikan dan hukum dapat secara konsisten ditegakkan. Kalau hukum ditegakkan secara konsisten maka akan timbul rasa aman dan damai di dalam masyarakat karena adanya kepastian hukum.
Baca Juga :Community Development di Sumatera Barat Membangun Masyarakat yang Mandiri dan Berkembang
Hakim sebagai manusia juga tak luput dari kekhilafan akan tercemarnya independensi dan kemandirian instansi. Untuk mengantisipasi hal itu dan untuk memenuhi rasa keadilan maka peradilan dibagi menjadi dua tingkat yaitu peradilan tingkat awal dan peradilan tingkat banding. Pada dasarnya peradilan yang telah dijatuhkan pada tingkat awal yang belum tentu cermat dan dapat diintervensi pihak eksternal dimungkinkan untuk dimintakan keadilan kepada pengadilan tingkat yang lebih tinggi atau banding. Sistem ini dibuat juga untuk menjaga dan memelihara keadilan dan konsistensi kemandirian kehakiman.
Lembaga dan sistem peradilan dalam menjalankan fungsinya secara mandiri harus juga diberikan kemandirian dalam aspek-aspek terkait pengelolaan sumber daya manusia dan anggaran agar terciptanya konsep ideal dari lembaga yudisial yang mengintegrasikan antara prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Penulis merupakan Mahasiswa Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas