Pada tahun 1998, Negara Indonesia mengalami satu peristiwa penting yang memiliki dampak besar bagi Negara dan Bangsa Indonesia. Peristiwa itu dikenal dengan sebutan Reformasi. Secara hakikatnya, reformasi diartikan sebagai suatu gerakan yang menghendaki adanya suatu perubahan ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, ada perubahan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, hukum ,dan budaya ketika terjadinya reformasi tersebut pada suatu negara.
Reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan masyarakat, diantaranya krisis hukum, krisis ekonomi, krisis politik, dan krisis sosial. Faktor-faktor itulah yang menjadi dasar pemikiran lahirnya gerakan reformasi. Hari ini, hasil reformasi dikorupsi oleh beberapa pihak/oknum, termasuk didalamnya tokoh pejuang reformasi itu sendiri. Mereka-mereka yang pada tahun 1998 melakukan perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, namun pada hari ini mereka ikut serta melakukan hal serupa.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia menyebutkan bahwa sistem politik yang dibangun pasca reformasi sebetulnya mengarah kepada korupsi reformasi. Pemilihan umum terbukti menghasilkan sistem politik yang mengandalkan materi sebagai cara untuk memperoleh kekuasaan. Sistem yang demikian tentu menjadi ancaman terbesar bagi kelangsungan sistem demokrasi yang sudah disepakati pasca reformasi.
Ancaman ini semakin terasa ketika proses politik menghasilkan apa yang disebut sebagai korupsi politik, dimana kekuasaan yang diperoleh dan diperuntukkan hanya untuk mengeruk keuntungan pribadi dan kelompok dari negara. Akhirnya mengambil keputusan hanya di sekelompok orang yang kita dengan sebutan Oligarki. Oligarki merupakan salah satu bentuk korupsi reformasi. Keberadaan oligarki ini dimulai dari keberlangsungan sistem politik yang dipilih.
Dalam sistem demokrasi tidak langsung seperti yang diterapkan di Indonesia, Pemilu didahului dengan pemilu legislatif, sehingga peran dan keberadaan partai politik menjadi sangat penting. Partai politik memiliki peran strategis sekaligus, yakni menjadi pihak yang diberikan kepercayaan politik oleh rakyat dalam memilih kader keterwakilannya di lembaga legislatif. Kegelapan oligarki dalam partai politik memperkuat asumsi bahwa partai politik gagal dalam melakukan fungsinya sebagai kendaraan politik.
Fungsi rekrutmen dan kaderisasi yang macet dan partai politik lebih suka menggelar karpet merah kepada pemburu kekuasaan bermodal uang miliaran rupiah. Pendidikan politik yang disajikan dalam bentuk yang kental di masyarakat diringkas ke dalam materi-materi kampanye-kampanye yang penuh kemunafikan, mengalahkan lawan dengan fitnah atau penipuan dan tidak mencerahkan sama sekali. Bahkan pada titik yang paling parah, partai politik menjadikan masyarakat sebagai konstituennya dianggap sebagai obyek politik semata lima tahunan yaitu mendekati rakyat ketika membutuhkan suara rakyat dalam pemilu.
Sebagai subyek demokrasi, seharusnya masyarakat dituntut mendapatkan pendidikan politik dan memiliki pengetahuan politik. Tanpa pengetahuan politik, demokrasi hanya akan berjalan secara prosedural dan lupa pada esensinya, dan jauh di lubuk hati pada kenyataanya.
Sistem kekuasaan oligarki partai Politik diciptakan oleh tren sentralisasi kekuasaan, diperintah oleh elit partai, pragmatisme berlebihan dan persahabatan manajemen yang dikemas dalam bentuk institusionalisas partai. Di Sini gejala aristokrasi partai dapat dilihat persahabatan elit atau penguasa partai yang mulai tergantikan oleh nepotisme dan dinasti.
Oligarki terjadi karena hausnya dengan kekuasaan lebih khusus tentang penggalangan dana untuk pemilu berikutnya. Dengan demikian, pandangan politik tradisional yang menyebut politik adalah pertengkaran gagasan atau kekuatan pikiran, sepertinya telah tergantikan dengan pertengkaran kekuatan materil. Maka dari itu, kita perlu memperbaiki sistem hukum untuk membunuh oligarki di indonesia.
Perbaikan sistem hukum dapat dilakukan dengan cara Reorganisasi isi UU melalui revisi dan reorganisasi mempertimbangkan hukum dan peraturan untuk menciptakan ketertiban, sepatutnya mengikuti prinsip-prinsip umum dan hirarki egislasi, dan menghormati dan memperkuat kebijaksanaan hukum lokal dan adat memperkaya sistem hukum dan norma hukum, yang memungkinkan yurisprudensi sebagai bagian upaya pembenahan perangkat hukum nasional.
Selanjutnya, harus dilakukan reformasi struktur hukum dengan memperkuatnya meningkatkan profesionalisme hakim dan staf peradilan dan kualitas peradilan terbuka serta transparan, meningkatkan transparansi sehingga keadilan dapat diakses oleh publik dan untuk memastikan penerapan hukum yang adil dan tidak memihak. Dengan itu diharapkan oligarki di indonesia dapat dimatikan. Apa lagi indonesia akan memasuki masa bonus demografi. Jangan sampai tumbuhnya oligarki di indonesia bonus demografi menjadi beban demokrasi