Sumbarmadani.com – Demonstrasi dan unjuk rasa penolakan pengesahan UU Cipta Kerja masih terus berlanjut di seluruh wilayah Indonesia, tak terkecuali Sumatera Barat. Berbagai kelompok massa aksi dari elemen Buruh, Mahasiswa, Pelajar, dan Aktivis lainnya melakukan aksi penolakan di Kota dan Kabupaten masing-masing yang puncaknya dilakukan di Kantor DPRD Sumatera Barat. Hampir keseluruhan tuntutan yang disampaikan sama, yaitu menuntut Presiden Republik Indonesia untuk menolak Draf UU Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR-RI. Meskipun diwarnai dengan beberapa chaos, akan tetapi Gubernur Sumatera Barat, Bapak Irwan Prayitno tetap mengirimkan aspirasi penolakan kepada DPR-RI melalui surat yang bernomor 050/1422/Nakertrans/2020 tanggal 8 Oktober 2020.
Meskipun Bapak Irwan Prayitno sudah secara adminstratif menyampaikan aspirasi tersebut melalui surat, akan tetapi, sikap tersebut belum memperlihatkan secara jelas dan tegas tentang keberpihakan beliau dalam persoalan ini. Banyak masyarakat yang mendambakan beliau berdiri di tengah-tengah massa aksi layaknya Gubernur Jawa Barat dan Gubernur DKI Jakarta untuk menyampaikan analisis dan kajian beliau dalam memandang persoalan tersebut. Apalagi, tentu kita mengingat dan menimbang beliau seorang ilmuwan hebat dari Minangkabau, tentu punya kajian dan pemahaman tersendiri dalam memahami UU yang menjadi polemik hari ini. Namun meskipun begitu, paling tidak, melalui surat itu, para demonstran di Sumatera Barat masih bisa menjaga stabilitas aksi yang dilakukan tetap damai dan sesuai prosedur melaksanakan demonstrasi.
Kembali Teringat Pilkada
Sebagai seorang yang menempuh pendidikan dengan konsentrasi pada kajian politik, saya terus memantau dan menganalisa perkembangan politik di Sumatera Barat, terutama dalam polemik UU Cipta Kerja dan Omnibus Law ini yang secara tidak langsung akan bersinggungan dengan persoalan Pilkada. Ditengah masalah pandemi yang tidak berkesudahan, ribuan massa demonstran berkumpul untuk menyuarakan aspirasinya. Tentu, klaster laju penyebaran Covid-19 juga tidak bisa ditahan. Inilah yang menjadi tantangan baru, mengingat dan menimbang Pilkada di Sumatera Barat sudah mendapati calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang kedepan juga akan menghadapi masa kampanye. Narasi-narasi tidak menghiraukan Covid-19 tentu akan menjadi tantangan terbesar bagi pelaksanaan Pilkada mengingat dan menimbang aksi yang dilakukan beberapa waktu belakangan.
Uniknya, beberapa waktu sebelum terjadinya aksi demonstrasi besar-besaran di Nasional maupun Sumatera Barat, keseluruhan dari Calon Kepala Daerah (Kada) rutin menggelar “blusukan” ke berbagai penjuru daerah di Sumatera Barat untuk memastikan bahwa mereka akan selalu pro-rakyat dan mendahulukan kepentingan rakyat. Hal tersebut bisa dilihat di setiap akun fanpage maupun akun relawan dari masing-masing calon di Media Sosial. Sebagai sarana pengenalan (non-kampanye), upaya-upaya yang dilakukan seperti itu sudah tradisional dan kuno dalam praktik politik pesta demokrasi modern. Akan tetapi, mungkin bagi setiap tim kreatif maupun tim sukses, hal tersebut dianggap masih relevan digunakan pada momen pilkada 2020 ini.
Namun, disaat banyak masyarakat yang gelisah dengan ketidakpahaman tentang Omnibus Law dan UU Cipta Kerja, kita tidak melihat bagaimana sumbangsih gagasan maupun keberpihakan secara fisik yang dilakukan oleh setiap Calon. Memang, ada beberapa calon yang membuat flyer untuk dibagikan di setiap akun ofisial maupun akun pemenangan media sosial, akan tetapi, sama halnya dengan gagasan di awal tadi, bahwa tak cukup hari ini memperlihatkan keberpihakan hanya dengan kertas, pamflet, maupun flyer. Di lapangan, banyak pelajar, mahasiswa, pemuda, buruh, dan berbagai elemen demonstran yang terluka untuk memperjuangkan hal yang sama. Maka dari itu, tentunya masyarakat (non-relawan) berharap besar adanya sumbangsih ide maupun keberpihakan secara jelas dari seluruh calon dalam persoalan ini.
Tantangan dan peluang tentu pasti ada dalam setiap pilihan rasional yang diambil. Itu konsekuensi logis dalam pengambilan keputusan. Namun yang kita ketahui, jika dilihat dari struktur kekuasaan sebelumnya, mereka-mereka adalah orang-orang yang lama dan matang berkecimpung di dunia pemerintahan, terutama eksekutif dan legislatif. Tentu, persoalan perumusan dan pengambilan kebijakan sudah sangat dipahami prosedurnya. Itulah sebenarnya yang dinantikan oleh Masyarakat Sumatera Barat, yaitu pemahaman dan hasil analisa serta keberpihakan dari setiap Calon Kada dalam persoalan ini.
Meskipun orang-orang berpengalaman, akan tetapi, pada ujian pertama dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, secara tidak langsung, Calon Kada Sumatera Barat hari ini memilih untuk bermain aman dalam isu Omnibus Law dan UU Cipta Kerja tanpa memiliki analisa dan argumentasi yang kuat untuk dijelaskan. Pun, secara justifikasi, bisa disebut bahwa “semua calon hanya mengikuti sikap yang dipilih oleh masing-masing partai pengusung”. Jika partai pengusung menolak UU Cipta Kerja, maka si Calon Kada juga menolak. Jika partai menerima, maka si Calon Kada tidak bersikap.
Dari sikap yang dipilih, kita sudah bisa menganalisis, bahwa setiap Calon Kada Sumatera Barat memilih untuk menjadi Urang Cadiak jika digunakan slogan Orang Minang. Urang Cadiak diibaratkan dengan pepatah “tahimpik nak diateh, takuruang nak dilua”. Urang Cadiak pun terbagi 2, Cadiak Pandai dan Cadiak Buruak. Dan dalam konteks ini, tentu masyarakat yang akan bisa menilai, apakah si Calon Kada termasuk ke golongan Cadiak Pandai atau Cadiak Buruak dalam langkah-langkah pertama sebelum menjadi Gubernur secara resmi. Jangan sampai di momen perkenalan, masyarakat sudah tidak memberikan trust-nya terhadap calon gubernur mereka karena memilih untuk bermain aman. Terimakasih.