Sumbarmadani.com – Prediksi dari berbagai pihak selama ini tentang sikap Presiden Jokowi akhirnya terlihat jelas. Dialektika publik dan berbagai aksi demonstrasi buruh dan mahasiswa terhadap penolakan UU Cipta Kerja tidak membuat Pemerintah Pusat ragu untuk mengesahkan UU yang masuk dalam proyek Omnibus Law ini.
Diakses dari situs Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Sekretariat Negara (Setneg) yang terbaru, dijelaskan bahwa pada akhirnya tanggal 2 November 2020, Presiden Jokowi menandatangani UU Cipta Kerja tersebut. Atas penandatanganan tersebut, maka UU ini Sah menjadi UU No 11 tahun 2020. UU Cipta Kerja masuk dalam lembaran negara (LN) Nomor 245 dan Tambahan Lembaran Negara (TLN) 6573.
Pada waktu lalu, DPR selaku perumus UU telah menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Sejak tanggal 5 Oktober, UU tersebut diserahkan ke Presiden Jokowi. Presiden pun sebenarnya memiliki batas waktu 30 hari untuk bisa memenuhi harapan para demonstran untuk membatalkan UU tersebut. Andai tidak dibahas oleh Pemerintah Pusat dalam waktu 30 hari, maka itu juga akan tetap menjadi Undang-Undang.
Kekecewaan para buruh dan mahasiswa kemudian berlanjut atas terlalu cepatnya Presiden Jokowi menandatangani UU tersebut. “Maka, atas pertimbangan dari segala bentuk penolakan yang terjadi, semestinya Presiden Jokowi dapat mempertibangkan untuk menandatanganinya sampai batas waktu 30 hari maksimal, yaitu tanggal 5 November 2020”, tutur Andi Gani Nena Wea, Presiden KSPSI.
Juru bicara Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, mengatakan, naskah yang 1.187 halaman itu adalah perubahan dari naskah 812 halaman yang diterima dari DPR. Sebab ada penyesuaian format dari Setneg. Selain itu, ada pasal yang belum dihapus berdasarkan keputusan paripurna DPR. Yakni, Pasal 46 terkait UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Namun, Mensesneg, Pratikno mengatakan bahwa secara substansi tidak ada perubahan yang terlalu signifikan dari draft terakhir yang dipublikasikan ini.
Sementara itu, pada hari kemarin, 2 November 2020, penolakan terhadap UU Cipta Kerja ini masih berlanjut di berbagai daerah. Aksi yang dilakukan disematkan dengan berbagai momentum dan penambahan tuntutan aksi, diantaranya seperti menuntuk UMP, UMR, UMK naik untuk 2021. “Kita hanya memperjuangkan kesejahteraan dan keadilan untuk para buruh”, tegas Andi Gani Nena Wea.
Dalam perencanannya, para aktivis dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) akan tetap menggelar aksi demontrasi dan akan melakukan aksi besar-besaran setelah UU Cipta Kerja ditandatangani Presiden Jokowi. Aksi akan dilakukan pada tanggal 9 dan 10 November 2020. Aksi tersebut akan berjalan secara damai, tertib, dan tidak anarkis. “Namun, jika aksi tersebut tidak diindahkan maka mogok kerja nasional menjadi ancaman”, tegas Presiden KSPSI. (AZN)