Sumbarmadani.com – Polemik antara Badan Eksekutif Mahasiswa Masyarakat Universitas Bung Hatta (BEMM UBH) dengan Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat selingkup UBH masih belum selesai sampai saat ini. Kedua belah pihak saling mengklarifikasi kebenaran masing-masing terhadap persoalan yang terjadi pada hari Kamis, 10 Maret 2022 lalu.
Diketahui sebelumnya, oknum BEMM UBH yang tidak sepakat adanya kegiatan HMI selingkup UBH di dalam kampus seperti yang tersebar di akun instagram @hmibergerak berakhir dengan aksi kekerasan dan adu pukul. Pihak BEMM UBH yang menganggap kegiatan tersebut dilarang sesuai dengan aturan Rektor pada awalnya mencabut bendera HMI dan kemudian memukul beberapa anggota HMI.
Dalam video yang beredar, dapat lihat bahwa ada oknum mahasiswa dari UBH yang mengambil secara paksa atribut HMI. Kemudian, rekan-rekan HMI selingkup UBH mengejar oknum untuk mengambil kembali atributnya, namun justru terjadi kontak fisik yang dimulai oleh oknum tersebut.
Setidaknya, atas dampak tindakan respon pencabutan bendera HMI oleh BEMM UBH tersebut mengakibatkan 4 orang kader HMI dikeroyok. Mereka berempat diantaranya Ketua Umum HMI Komisariat Ekonomi Sipil UBH, Pebra Alvika, Ketua Umum HMI Komisariat Hukum PIK, M. Ibnu Tohari, Ketua HMI Komisariat Ekonomi Sipil UBH, Aidil Arfan, dan M. Hanif.
Atas kejadian tersebut, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Padang, Nabusfanando sangat menyayangi respon dari BEMM UBH tersebut dan mengecam insiden tindakan kekerasan yang menimpa kadernya.
“Saya pikir, lingkungan kampus diisi oleh orang-orang berkapasitas intelektual serta moral dalam menyelesaikan permasalahan, sehingga apapun persoalannya akan selalu mengedepankan nilai-nilai musyawarah mufakat, mediasi, dan lain-lain sebagainnya, bukan tindakan represif seperti yang kita lihat di dalam video yang beredar saat ini,” ungkap Nando (sapaan akrab).
Keterangan yang didapatkan oleh Sumbarmadani selanjutnya bahwa pengurus HMI Cabang Padang sudah mencoba untuk berkomunikasi dengan kader-kader HMI selingkup UBH guna meminta kronologis. Namun, informasinya masih belum jelas karena pihak-pihak yang terkait sulit untuk dihubungi. Karena itu, pihaknya belum bereaksi dan masih mencoba mengumpulkan informasi agar terhindar dari penggiringan opini dan hoaks.
“Baru tadi pagi saya dapat berkomunikasi via telpon dengan Ketua Umum HMI Komisariat Hukum dan PIK UBH, dan dari keterangan beliau, diceritakan bahwa anggota HMI selingkup UBH sedang mengadakan kegiatan lapak baca di lingkungan kampus II UBH Aia Pacah. Kemudian dibubarkan secara paksa oleh oknum yang mengatasnamakan masyarakat mahasiswa UBH sekitar pukul 15.00 WIB,” tuturnya.
KRONOLOGIS SINGKAT
Kronologi atas kejadian pencabutan bendera HMI di kampus UBH yakni berawal dari kegiatan Lapak Baca bertemakan HMI Peduli Literasi dipekarangan kampus II UBH Aia Pacah pada tanggal 10 Maret 2022. Sebelum terjadinya kericuhan pada pukul 15:00 WIB, Kader HMI sudah berdiskusi kepada internal untuk meminta agar kegiatan lapak baca tetap di selenggarakan, akan tetapi pada saat berdiskusi perihal aturan yang melarang OKP masuk kampus tidak menemui jalan keluar dan kader hmi tetap ingin mempertahankan kegiatan tersebut tanpa menurunkan bendera hmi. Salah satu dari oknum mahasiswa (Demisioner Presiden Mahasiswa BEMM UBH) tidak menerima atas adanya bendera OKP yg berkibar di lingkungan kampus. Oknum tersebut secara tidak langsung mencabut bendera HMI dan juga setidaknya ada 4 kader HMI yang dikeroyok.
===========================================
Berbeda dengan penjelasan Pengurus HMI Cabang Padang, Badan Eksekutif Masyarakat Mahasiswa (BEMM) UBH langsung menerbitkan Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Pjs. Presiden Mahasiswa BEMM UBH, Pandu Sahalam setelah kejadian tersebut. Menurut BEMM UBH, respon yang diberikan tersebut sudah sesuai dengan yang harus dilakukan. “Mereka (Anggota HMI) sudah diperingati beberapa kali, sudah duduk melingkar juga, bahkan pemangku jabatan di Universitas juga sudah melarang, namun tetap bersikeras berkegiatan dan menggunakan atribut”, seperti yang dikutip dari akun Instagram BEMM UBH.
“Padahal menurut aturan Rektor Universitas Bung Hatta no 1 tahun 2020 pasal 17 secara tegas sudah melarang untuk Organisasi mahasiswa Universitas Bung Hatta untuk terafiliasi dengan Organisasi Mahasiswa Eksternal Kampus (OMEK) dan dipertegas dengan Tata Tertib Mahasiswa pasal 45 bahwasannya Organisasi Eksternal dilarang untuk berkegiatan di Universitas Bung Hatta dan menggunakan fasilitas Kampus”, tulis akun tersebut.
Nabusfanando sangat menyayangi respon dari BEMM UBH tersebut. Menurutnya lebih baik terlebih dahulu untuk mencermati maksud dari Peraturan Rektor No.1/2020 yang bertentangan dengan peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) karena landasan pertimbangan peraturan rektor yang digunakan masih memakai SK Dirjen Dikti No. 26/DIKTI/KEP/2002, “padahal Permenristekdikti No. 55/2018 kan sudah terbit”, terang Nando.
Merujuk pada ketentuan Pasal 100 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, keputusan-keputusan yang sifatnya mengatur sudah ada sebelum berlakunya peraturan tersebut. “Artinya jika sudah keluar Permenristekdikti 55/2018, SK Dikti 26/2002 sudah tidak berlaku. Harusnya ini yang dikaji dan ditafsirkan, bukan penekanan pelarangan organisasi mahasiswa eksternal saja.” tambah Nando.
Atas kejadian tersebut, HMI Cabang Padang akan melaksanakan audiensi dengan pihak kampus (UBH) terkait dengan legalisasi OKP di kampus yang disandari oleh aturan Permenristekdikti 55 tahun 2018.
Selain itu, Ketua Bidang Hukum dan HAM HMI Cabang Padang, Viedro menganggap bahwa surat pernyataan yang dipublikasikan oleh BEMM UBH tidak disertai kronologis yang jelas. Viedro merasa bahwa pernyataan yang diterbitkan itu hanya bersifat asumtif tanpa keterangan eksplisit sehingga berpotensi menimbulkan opini liar, karena kajiannya juga menyesatkan.
Menurut Viedro, kajian surat itu keliru terhadap penafsiran Peraturan Rektor Universitas Bung Hatta No. 1 Tahun 2020 dan juga ada miskonsepsi terkait penafsiran Permenristekdikti No. 55 Tahun 2018.
“Saya sudah coba mengkaji dan memvalidasi landasan yuridis dan tidak menemukan sama sekali adanya larangan organisasi mahasiswa ekstra kampus untuk berkegiatan di lingkungan kampus, khususnya UBH,” jelas Viedro.
“Saya fikir HMI dalam berkegiatan di kampus, apalagi kegiatannya adalah membuka lapak baca tidak bertentangan dengan Tri Dharma perguruan tinggi, Pancasila, dan Peraturan yang berlaku. Komitmen keumatan dan kebangsaan yang selalu diteguhkan oleh kader HMI sangat independen dan jauh daripada pelarangan-pelarangan yang ada di dalam aturan berlaku.” Tegas dia.
“Pjs. Presiden Mahasiswa BEM UBH harus bertanggung jawab penuh atas pernyataan lembaganya yang misleading ini,” lanjut Viedro. (ASK)