Sumbarmadani.com – Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada) tidak hanya sebatas kontestasi politik yang dimiliki oleh beberapa kalangan semata. Momen puncak Pilkada yang hanya tinggal hitungan beberapa hari kedepan, hingga hari ini masih banyak menuai pro dan kontra, terutama dengan hal yang berkaitan lanjutan pilkada yang telah di agendakan oleh KPU dan Bawaslu. Kedua lembaga penyelenggara tersebut memiliki kewajiban untuk menyukseskan Pilkada dalam masa pandemi Covid 19 ini dengan berbagai aturan yang ditetapkan oleh KPU, Bawaslu, serta Kepolisian.
Untuk hari ini, persoalan yang paling sering dibicarakan adalah hal-hal yang berkaitan dengan kampanye di masa pandemi. Kampanye memang menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari Pilkada, yang mana pada masa inilah Pemilih bisa melihat dan menilai Pasangan Calon manakah yang mesti dipilih untuk menjadi pemimpin mereka selanjutnya pada tanggal 9 Desember 2020 mendatang. Terkait dengan pilihan tersebut, calon Kepala Daerah yang mesti dipilih oleh masyarakat haruslah dilihat dari program yang ditawarkan serta Visi Misi yang disampaikan oleh Pasangan Calon Kepala Daerah untuk kemajuan daerah yang akan dipimpinnya.
Namun, sedikit mengulas tentang kampanye, dalam konteks ini perlu ada aturan atau regulasi yang harus dipatuhi oleh pasangan calon untuk dapat melaksanakan kampanye yang aman dan sesuai dengan Protokol Kesehatan. Kampanye yang akan dilaksanakan oleh pasangan calon Kepala Daerah haruslah memiliki izin atau Surat Tanda Terima Kampanye (STTPK) yang dikeluarakan oleh pihak Kepolisian (Polda dan Polres). Aturan ini tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian No 6 Tahun 2012 “Setiap Calon Legislatif atau Calon Kepala Daerah yang melaksanakan kegiatan kampanye harus memiliki STTP”. Secara jelas, dalam peraturan Kepolisian ini dijelaskan bahwa setiap pasangan Calon yang melakukan kegiatan kampanye, baik itu sosialisasi atau kampanye dalam bentuk menyampaiakan visi dan misi serta Program untuk memikat hati masyarakat, mesti ada izin dari pihak kepoilisian.
Tidak hanya sebatas STTPK saja, untuk melakukan kampanye mesti diperhatikan juga persoalan jumlah masyarakat yang akan hadir dalam kampanye tersebut. Secara regulasi yang sudah ada, setiap Paslon yang melaksanakan kampanye mesti menerapkan Protokol Kesehatan dengan membatasi jumlah peserta kampanye. Aturan tersebut membatasi bahwa massa yang hadir tidak boleh lebih dari 50 orang peserta kampanye dan keseluruhannya wajib memakai masker, menggunakan Handsanitizer, dan menjaga jarak. Selain itu, para Paslon dan Tim Sukses juga wajib untuk menyediakan tempat pencuci tangan. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 13 Tahun 2020 Pasal 58 yang berbunyi “Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon, Tim Kampanye, dan/atau pihak lain mengutamakan metode Kampanye pertemuan terbatas ……….. (2) …….. pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka dan dialog dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dilaksanakan dalam ruangan atau gedung; b.membatasi jumlah peserta yang hadir secara keseluruhan paling banyak 50 (lima puluh) orang dan memperhitungkan jaga jarak paling kurang 1 (satu) meter ………..
Jadi, jelas dalam pasal tersebut bagi Paslon yang melaksanakan kampanye haruslah mengikuti aturan dan menerapkan protokol kesehatan yang telah diatur dalam regulasinya. Maka dari itu, untuk pasangan Calon serta tim sukses yang melakukan Kampanye berkewajiban untuk mengatur agenda kampanye dengan memperhatikan keprotokoleran acara yang mengikuti aturan protokol kesehatan dan PKPU No 13 tahun 2020 tersebut. Dan tentunya, Pasangan Calon yang mengikuti aturan ini akan menjadi Paslon favorit untuk memikat hati masyarakat karena memiliki kesadaran dengan sendirinya untuk melindungi dirinya dan masyarakatnya.
Hingga hari ini, memang banyak sekali ditemukan pelanggaran dalam persoalan kampanye ini. Sesuai dengan aturan, Paslon yang melanggar ketentuan yang telah diatur tesebut akan diberikan sanksi seperti yang tertuang dalam PKPU No 13 Tahun 2020 Pasal 88 D, diantaranya akan mendapatkan peringatan tertulis dari Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota pada saat terjadinya pelanggaran. Kemudian, Bawaslu juga bisa menghentikan bahkan membubarkan kegiatan kampanye di tempat terjadinya pelanggaran apabila yang bersangkutan tidak menghiraukan peringatan tertulis yang telah diberikan. Dan puncaknya, andaikan tidak juga bisa mematuhi Bawaslu, maka Bawaslu berhak untuk melarang Paslon terkait melakukan Kampanye kedepannya.
Penindakan tegas pelanggaran protokol kesehatan dapat ditemukan pada Pasal 88 A ayat (3) yang menegaskan bahwa pelanggaran oleh pasangan calon, partai politik dan tim kampanye terhadap kewajiban penerapan protokol kesehatan tidak hanya peringatan tertulis tetapi apabila tetap melakukan pelanggaran, Bawaslu sesuai tingkatannya dapat melaporkan kepada pihak kepolisan untuk dilakukan penerapan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam tulisan ini, penekanan peringatan sebenarnya ditujukan terhadap para Paslon dan tim suksesnya. Karena hingga hari ini, kesalahan dan pelanggaran penerapan Pemilu lebih banyak dilakukan oleh Paslon bersama tim suksesnya. Terutama pada persoalan pengadaan alat-alat yang mematuhi Protokol Kesehatan. Maka dari itu, untuk setiap pasangan Calon agar dapat memperhatikan serta mematuhi agar tidak terjadi hal yang mengganggu saat kampanye berlangsung. Perlu juga kerja sama serta kesadaran penuh untuk mematuhi aturan dan regulasi yang telah dibuat dan ditetapkan sebagai aturan Pemilihan kepala daerah. Semua itu tentunya untuk memberikan keamanan terhadap diri pribadi calon dan juga pendukungnya. (***)