Sumbarmadani.com-Sejak diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, Februari 2018 silam. Persoalan ganti rugi pembebasan lahan tol Padang-Pekanbaru belum usai.
Puncaknya, puluhan masyarakat Nagari Kasang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman melakukan demonstrasi di depan kantor Gubernur Sumbar dan meminta Pemprov Sumbar untuk mengkaji ulang harga ganti rugi yang dianggap merugikan masyarakat.
Hamardian, dalam orasinya mengungkapkan, dalam kesepakan ganti rugi lahan, masyarakat tidak dirugikan, namun faktanya masyarakat tetap saja dirugikan dalam pembangunan tol Padang-Pekanbaru tersebut.
“Dulu sebelum ground breaking telah disepakati bahwa harga ganti rugi tidak merugikan masyarakat, dan Presiden Joko Widodo juga berjanji untuk hal tersebut, namun faktanya tidak demikian” ujar Koordinator Aksi, Hamardian, Rabu, (23/1/2019).
Menurut Hamardian, dalam persoalan ganti rugi, pemerintah kelihatan lepas tanga dan masyarakat menjadi korban dari pembangunan tol Padang-Pekanbaru tersebut.
“Tim appraisal telah menempatkan harga ganti rugi yang merugikan masyarakat, masak tanah dihargai dari Rp 32 ribu hingga Rp 270 ribu per meter, apakah Pemprov hanya mementingkan program nasional saja tanpa melihat bagaimana masyarakat,” sebutnya.
“Untuk menempuh jalur hukum kami pun kalah, malah yang dipersoalkan soal administrasi dan diputuskan NO. Kita juga minta KPK, BPK dan Ombudsman turun tangan. Ada yang salah, tanah saya termasuk yang kena dalam pengerjaan tol Padang-Pekanbaru,” lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Nasrul Abit, menegaskan bahwa ketepatan harga ganti rugi bukan kewenangan Pemprov Sumbar tetapi tim appraisal. Solusinya, hanya lewat jalur perdata, setelah itu baru bisa diubah ketetapan harga ganti rugi tersebut.
” Perdata merupakan satu-satunya, jika jalur perdata gagal, pembangunan tol Padang-Pekanbaru lewat Nagari Kasang akan dihentikan,” ujar Nasrul Abit.
Menurutnya, pemerintah daerah telah mencoba berbagai upaya untuk mengubah harga yang telah ditetapkan oleh Apprisal. Mulai dari menyurati Menteri Ekonomi hingga menyurati Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
“Semuanya telah kita coba, tetapi yang terakhir ini, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko belum membalas surat tersebut. Upaya terakhir satu-satunya adalah menempuh jalur perdata, nanti masyarakat boleh memilih apakah ikut atau tidak, kalau tidak nanti juga kita usulkan pembangunan tol dibatalkan,” ujar Nasrul. (Fdl)
Editor: Jufri R. U