Sumbarmadani.com – Demokrasi saat ini merupakan kata yang senantiasa mengisi perbincangan berbagai lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat bawah sampai masyarakat kelas elit seperti kalangan elit politik, birokrat pemerintahan, tokoh masyarakat, aktivis lembaga swadaya masyarakat, cendikiawan, mahasiswa, dan kaum profesional lainnya. Pembicaraan ini sudah berada pada berbagai kesempatan, mulai dari obrolan warung kopi sampai dalam forum ilmiah seperti seminar, lokakarya, simposium, diskusi publik, dan sebagainya. Semaraknya perbincangan tentang demokrasi semakin memberi dorongan kuat agar kehidupan bernegara , berbangsa , dan bermasyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
Wacana tentang demokrasi seringkali dikaitkan dengan berbagai persoalan. Karena itu demokrasi menjadi alternatif sistem nilai dalam berbagai lapangan kehidupan manusia baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan Negara. Demokrasi sepertinya sebuah kata yang sudah tidak asing bagi siapa saja. Hanya saja, terkadang kita luput dalam melihat nilai yang ada di dalam sebuah demokrasi. Moh.Hatta yang menjadi salah satu aktor kemerdekaan juga memberikan pandangannya terkait kata Demokrasi tersebut.
Pemikiran Hatta tentang demokrasi sudah tentu diperuntukkan bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pembahasan konsep demokrasi Hatta apabila ditinjau dari sudut aksiologinya akan terarah kepada muatan nilai-nilainya. Sebagaimana telah diuraikan di depan, Hatta menegaskan bahwa landasan demokrasi Indonesia tidak lain adalah Pancasila, khususnya sila keempat. Pemahaman terhadap sila keempat tersebut tidak bisa dilepaskan dari sila-sila lainnya. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai demokrasi dalam sila keempat harus selalu dijiwai oleh nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila pertama, kedua, ketiga, dan kelima dari Pancasila.
Lebih lanjut, Hatta menyatakan bahwa demokrasi Indonesia yang bercorak kerakyatan itu hendaklah berjalan di atas kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, kesucian, dan keindahan. Nilai-nilai fundamental tersebut apabila ditinjau dari perspektif aksiologis, khususnya teori hierarki/jenjang nilai dari Scheler, konsep demokrasi Hatta tersebut mencakup seluruh jenjang nilai. Enam nilai fundamental tersebut (kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, kesucian, dan keindahan) telah mewakili empat jenjang nilai, dari nilai terendah sampai dengan nilai tertinggi; dari nilai kenikmatan material sampai dengan nilai kesucian religius.
Nilai kenikmatan material dapat dijabarkan dari nilai keadilan, khususnya yang terarah kepada keadilan sosial. Perwujudan keadilan sosial menekankan pada pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) yang mencakup kebutuhan material pangan, sandang, dan papan. Terkait dengan konsep demokrasi, Hatta menjabarkan persoalan keadilan sosial ini sebagai perwujudan demokrasi ekonomi yang dipraktekkan dalam bentuk koperasi.
Jenjang berikutnya, nilai vital, dapat dijabarkan dari nilai kebenaran. Nilai kebenaran dapat dimasukkan ke dalam persoalan logika dan epistemologi, yang keduanya mendasari sains dan teknologi. Pada giliran berikutnya sains dan teknologi itu selalu terkait dengan proses kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu demokrasi harus berpijak pada kebenaran, baik kebenaran dalam proses pemilihan para pemimpin maupun dalam setiap pengambilan kebijakan oleh para pemimpin itu.
Selanjutnya, jenjang nilai spiritual (kejiwaan) dapat dijabarkan dari nilai keadilan, kebaikan, kejujuran, dan keindahan. Nilai keadilan dalam pengertian yang umum menyangkut hubungan antara hak dan kewajiban antarmanusia dalam hidup bermasyarakat. Nilai keadilan yang demikian ini terkait dengan nilai kebaikan, yang keduanya tercakup dalam persoalan etik, sehingga keduanya termasuk dalam jenjang nilai spiritual. Begitu pula nilai kejujuran termasuk di antara nilai utama dalam etika yang tercakup dalam nilai spiritual. Sedangkan nilai keindahan termasuk dalam bidang estetika, yang juga tercakup dalam jenjang nilai spiritual.
Kemudian, dalam penjabaran makna sila keempat, Hatta menyebutkan nilai kesucian sebagai salah satu nilai yang mendasari demokrasi. Nilai kesucian termasuk dalam nilai keagamaan atau religius, yang merupakan jenjang nilai tertinggi menurut Scheler. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Hatta telah memberikan landasan aksiologis tertinggi bagi demokrasi di Indonesia dengan landasan nilai religius.
Lebih lanjut Hatta telah menegaskan bahwa pelaksanaan demokrasi di Indonesia harus dilandasi ”Ketuhanan Yang Maha Esa” dan didasarkan pada ”kemanusiaan yang adil dan beradab”. Konsep demokrasi Hatta yang demikian ini mencakup nilai etik dan nilai religius. Penjabaran ini terkait dengan uraian sebelumnya, yang sekaligus menjadi uraian yang saling melengkapi.
Pada pertengahan abad ke-20, umumnya mereka mentakrifkan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan di mana demokrasi terkait dengan (i) sumber kuasa, (ii) tujuan aktivitas pemerintah dan (iii) prosedur pemerintahan (Lipset, Bollen, Hungtinton). Tilly juga menegaskan demokrasi adalah sistem pemerintahan yang dibagikan ke dalam 4 kategori, yaitu (i) perlembagaan, (ii) substansi, (iii) prosedur dan (iv) proses orientasi. Untuk medaparkan takrifan yang musah dipahami, maka sepatutnya penerkaan definisi tersebut dimulai dengan memahami demokrasi dari aspek etimologi. Demokorasi berasalah dari perkataan yunani, demos yang berarti rakyat dan kratia (Cratein) bermaksud kekuasaan atau pemerintahan. Gabungan kedua perkataan demos-kratia dapatlah dimaknai sebagai pemerintahan oleh rakyat (rule by the people).
Kembali kepada konsep demokrasi, merujuk kepada beberapa sarjana, Barker misalnya mendefinisikan demokrasi sebagai,”…..does not mean the well being or prosperity of the people,but a method of government of the people.” Schumpeter juga menegaskan demokrasi adalah “…. Intitutional arrrangement for arriving at political decision in which individual acquaire the power to decide by means og competiyive struggle for the people’s vote.” Demokrasi juga dimaknai oleh Bobbio sebagai, “….a set og procedural rules for arriving at collectives decicions in a way which accomodates and facilitates the fullest possible participation of interested parties”.
Ketiga definisi diatas secara garis besar menjelaskan bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dimana formulasi kebijakan publik yang tekait erat dengan kelangsungan hidup warga negara, amat di tentukan oleh suara mayoritas warga masyarakat yang memiliki hak pilih memlalui wadah pemilihan