Sumbarmadani.com-Pelaksanaan Pemilihan Umum 14 Februari 2024 sudah semakin dekat. Harapan akan pemilu yang demokratis di negara ini sangat besar dan menjadi suatu keniscayaan untuk diwujudkan. Pemilu merupakan bagian integral dalam negara demokratis karena tanpa hadirnya pemilu ini maka negara dianggap menanggalkan demokrasi.
Menurut Samuel P. Huntington (1997;5-6) bahwa suatu sistem politik dapat dikatakan demokratis jika para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilu yang adil, jujur dan berkala. Namun tidak berarti jika di negara tersebut terdapat pemilu maka negara tersebut sudah pasti demokratis karena selama rezim Orde Baru berkuasa pun, pemilu dapat dilaksanakan secara berkala yaitu Pemilu 1971 hingga Pemilu 1997.
Pemilu selama Orde Baru dianggap tidak dapat dijadikan sebagai ukuran pemilu yang demokratis. R. William Liddle (1994,34) mengatakan pemilu-pemilu Orde Baru adalah pengukur tidak sempurna sebagai kehendak politik rakyat. Pemilu-pemilu tersebut mencerminkan proses elektoral yang dikelola dan dikontrol sangat ketat sebagai hasil rancangan pemerintah – yang kekuasaannya berasal dari dukungan Angkatan Bersenjata – untuk memperlihatkan keabsahannya pada dunia luar namun pada saat yang bersamaan justru menghindari sejauh mungkin pertarungan nyata antara kekuatan-kekuatan politik yang bersaing.
Pemilu-pemilu yang dilaksanakan setelah era Reformasi yaitu Pemilu 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019 terselenggara jauh lebih demokratis dibandingkan pemilu-pemilu yang dilaksanakan pada era Orde Baru walaupun hasil (output) yang dicapai belum bisa mempercepat transisi demokrasi. Untuk mewujudkan pemilu yang demokratis agar menjadi suatu keniscayaan diperlukan standar atau parameter terhadap pemilu tersebut.
Pertama, pelaksanaan pemilu harus dapat memberikan peluang sepenuhnya dan sebesar-besarnya kepada partai politik untuk bersaing secara bebas, jujur, dan adil. Kedua, pelaksanaan pemilu betul-betul dimaksudkan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang berkualitas, memiliki integritas moral dan yang paling penting wakil-wakil rakyat tersebut benar-benar mencerminkan kehendak dan kepentingan rakyat. Ketiga, pelaksanaan pemilu harus melibatkan seluruh warga negara yang memiliki hak tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun.
Keempat, pemilu harus dilaksanakan dengan dukungan dan perangkat peraturan yang mendukung asas kebebasan dan kejujuran.
Kelima, pelaksanaan pemilu harus mempertimbangkan instrumen dan penyelenggaranya karena sangat mungkin adanya kepentingan penyelenggara (lembaga) sehingga dapat mencederai kemurnian pemilu.
Dan keenam, secara filosofis pemilu hendaknya lebih ditekankan kepada manifestasi hak rakyat.
Ada empat hal yang menjadi kendala dalam mewujudkan pemilu yang demokratis di Indonesia. Pertama, kecenderungan masyarakat untuk melakukan tindak kekerasan. Kedua, adanya politik uang (money politic). Ketiga, politik kekerabatan dan keempat, adanya paradigma yang berkembang di masyarakat bahwa demokrasi tidak akan membawa kesejahteraan sehingga hal ini akan memicu sikap anti demokrasi.
Jika hal ini dikaitkan dengan pemilu, maka solusi yang paling tepat dari persoalan ini adalah dengan melaksanakan pemilu yang harus benar-benar diselenggarakan secara “luber dan jurdil” (pasal 2 UU No.7/2017).
Peranan pemerintah pun sangat sangat diharapkan dalam hal ini karena semua warga negara yang sudah memiliki hak pilih seharusnya tidak akan kehilangan haknya hanya karena tidak tercantum dalam daftar pemilih dan tidak memiliki KTP elektronik.
Pemerintah seharusnya dapat menyelesaikan proses perekaman sekaligus pendistribusian KTP elektronik sehingga partisipasi masyarakat untuk mengikuti pemilu semakin meningkat dan yang paling penting masyarakat tidak kehilangan hak pilihnya.Komitmen untuk menyelenggarakan pemilu yang taat regulasi juga menjadi salah satu faktor penting untuk mewujudkan pemilu yang demokratis. Oleh karena itulah, regulasi harus dioptimalkan untuk hal-hal yang lebih baik demi penguatan demokrasi.
Bukan sebaliknya, justru menjadikan pemilu jalan di tempat atau bahkan mundur karena adanya langkah-langkah manipulatif dari segelintir orang yang mengambil alih kuasa rakyat menjadi kuasa elite menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan norma dasar pemilu serta keluhuran keadaban demokrasi itu sendiri. Semoga bermanfaat. Wallahualam bissawab. (*)